Senin, 20 Desember 2010

Aparat Hukum kasus Humala Napitupulu

foto dari kiri ke kanan: hakim Aminal Umam (anggota), hakim Ida Bagus Dwiyantara (ketua), hakim Sudarwin (anggota - sedang menunduk) 

I.                    Tim  Penyidik  (Bagian dari Tim Independen)

  1. Drs. S. M. Mahendra Jaya – Kombes Pol NRP 66070505 ( Ketua Tim)
  2. Drs. Opik Taofik Nugraha, M.Si - Kombes Pol NRP 68030221
  3. Cahyo Hutomo, SIK - AKBP NRP 70012021
  4. Rakhmad Setyadi, SH, SIK, MH - AKBP NRP 72100371
  5. Mukti Juharsa, SIK - AKBP NRP 71110421
  6. Susatyo Purnomo, SH, SIK, MSi - Kompol NRP 77110403

II.                 Jaksa Penuntut Umum

  1. Rhein E. Singal, SH – Jaksa Madya / 19560298 198312 1 001
  2. Pantono R., SH – Jaksa Madya / 19620103 199003 1 001
  3. Yuni Daru Winarsih, SH.MH – Jaksa Madya / 19680626 199303 2 002
  4. Agung Purnomo, SH. MHum, – Jaksa Muda / 19710215 199703 1 001
  5. Subekhan, SH.MH – Jaksa Muda / 19730324 199803 1 003


III.               Majelis Hakim
  1. Ida Bagus Dwiyantara, SH, M.Hum (Ketua Majelis Hakim) – Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan saat ini 2010
  2. Sudarwin SH, MH  (Hakim anggota) - Mantan Ketua Pengadilan Negeri Nganjuk tahun 2007 – 2009
  3. Aminal UNAM SH, MH (Hakim anggota) - mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kalianda, Lampung Selatan
IV.              Panitera
Panitera muda pidana : Lindawati Serikit

Sabtu, 11 Desember 2010

Gayus : Humala TIDAK Bersalah

Kamis, 09/12/2010 12:21 WIB
Disebut Gayus Tidak Bersalah, Humala Napitupulu Lega 
Ari Saputra - detikNews

Jakarta - Rekan Gayus Tambunan di Ditjen Pajak, Humala Napitupulu mengaku lega karena Gayus Tambunan menyebut dirinya tidak bersalah. Humala meminta semua pejabat pajak diperiksa, tidak hanya berhenti pada level bawahan.

"Secara manusiawi saya lega. Saya bekerja sesuai dengan prosedur. Itu semua berjenjang. Saya dan Gayus sama-sama dalam tim penelaah gugatan PT SAT, sama-sama anggota. Di atas kita ada Maruli. Diatasnya ada Johny Tobing, diatasnya Bambang Heru. Diatasnya ada Dirjen Pajak," kata Humala saat menunggu sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Kamis (9/12/2010).

Pada sidang Rabu (8/12/2010) kemarin, Gayus meminta maaf pada Humala karena terseret kasusnya. Gayus mengatakan, dirinya membidik atasan Gayus, Maruli Manurung dan Bambang Heru Ismiarto.

"Untuk mengungkap mafia pajak harus berani masuk dan mengungkap para pejabat. Harus sampai ke level dengan Dirjen, jangan hanya bawahan saja," imbuh Humala.

Pernyataan serupa disampaikan pengacara Humala, Johnson Panjaitan. Bahkan Johnson meminta permintaan maaf itu disampaikan konkrit saat bersaksi untuk Humala.

"Sehingga minta maaf Gayus jangan hanya kata-kata, tapi kongkrit di sidang. Wujudnya ungkapkan apa yang terjadi. Dia harus ngomong saat bersaksi tidak terlibatnya Humala.
Jangan sampai minta maaf, tapi kesaksiannya tidak sama. Itukan plin-plan," tukas Johnson.

"Dikatakan Gayus minta maaf, itu memperlihatkan penyidik mengorbankan orang yang tidak bersalah, membunuh karir. Diberhentikan, ditahan, diadili, kasihan keluarga anak istrinya," tambah Johnson.


(Ari/gun)

Perbedaan Gayus - Humala

Kamis, 09/12/2010 13:26 WIB
Mafia Pajak
Keserakahan Gayus dan Kesederhanaan Humala 
Ari Saputra - detikNews

http://www.detiknews.com/read/2010/12/09/132657/1514372/10/keserakahan-gayus-dan-kesederhanaan-humala

Jakarta - Gayus Tambunan mewakili keserakahan seorang pegawai pajak. Dia mengaku 'nyambi' dengan mereview laporan tahunan para wajib pajak dan mendapat imbalan puluhan miliar rupiah. Padahal, pendapatan normal Gayus sebagai pegawai pajak diatas rata-rata PNS pada umumnya. Itu belum termasuk pendapatan istrinya, Milana yang juga bekerja di Pemprov DKI Jakarta.

"Ya namanya rezeki," ucap Gayus santai, saat menjawab pertanyaan hakim di persidangan beberapa waktu lalu. Saat itu, hakim menanyai alasan Gayus 'membantu' perusahaan wajib pajak.

Godaan bekerja di Ditjen Pajak memang sangat besar. Jarang yang tidak tergiur. Rekan Gayus di Ditjen Pajak, yang juga jadi terdakwa, Humala Napitupulu, mengakui hal itu. Di lembaga yang merupakan sumber utama keuangan negara itu, Humala menyebut para pegawainya dekat dengan kekuasaan. Relasi itu yang mendorong jejaring mafia subur di institusi pajak.

"Mafia pajak dekat dengan kekuasaan dan uang. Mafia menggerogoti di lembaga sumber perekonomian negara, Ditjen Pajak. Ada simbiosis mutualisme antara pegawai pajak dan wajib pajak," ungkap Humala.

Kendati memiliki kesempatan serupa, jalan yang dipilih Humala berbeda dengan Gayus. Bila Gayus lebih suka bergelimang harta, Humala memilih jalan sederhana.

Gayus berumah mewah di Kelapa Gading, sementara Humala masih nyicil rumah sederhana di Serpong, Tangerang. Bila Gayus memiliki kendaraan mewah dan nyaman, Humala hanya menyicil Daihatsu Xenia dari gajinya. Bila Gayus menyogok petugas Rutan Brimob Salemba hanya karena ingin bertemu petenis favoritnya di Bali, Humala memilih bersabar ditahanan yang toiletnya sering mampet dan berdesakan dengan tahanan kriminal.

Kenapa Humala memilih jalan itu?

"Saya takut untuk berbuat. Ada tawaran. Para wajib pajak sudah tahu saya menolak. Secara pendapatan, saya cukup. Saya dan istri bekerja. Itu sudah lebih dari cukup untuk menghidupi keluarga kami. Saya bersyukur," kata Humala.

Dua wajah di lingkungan pajak ini sangat kontras, hitam dan putih. Pertanyaanya, bila semua pegawai pajak dijejer wayang, lebih banyak mana wajah-wajah seperti Gayus atau Humala?

"Saya tidak mau mengatakan. Biarlah metodologi peradilan mengungkap para koruptor di Ditjen Pajak. Itu yang harus dilakukan. Kata kuncinya, periksa hingga ke pejabat pajak, hingga ke direktur, hingga ke Dirjen.
Jangan hanya bawahan saja," protes Humala.

(Ari/gun)

Rabu, 08 Desember 2010

Gayus minta maaf ke Humala Napitupulu

Rabu, 08/12/2010 21:34 WIB
Gayus Minta Maaf Ke Humala Napitupulu 
Ari Saputra - detikNews

Jakarta - Gayus meminta maaf kepada rekannya saat melayani komplain pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT), Humala Napitupulu. Menurut Gayus, Humala tidak tahu apa-apa mengenai perkara yang kini ramai dibicarakan. Humala saat ini tengah disidang di PN Jaksel karena dianggap terlibat.

"Saya mohon maaf kepada Humala, dia tidak tahu apa-apa. Sebab 1000 persen, keberatan pajak PT SAT benar," kata Gayus saat diperiksa sebagai terdakwa di PN Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Rabu (8/12/2010).

Menurut Gayus, Humala salah sasaran. Target yang dia bidik adalah atasan Gayus, Maruli Manurung dan Bambang Heru Ismiarto.

"Saya menyesal. Jangan sampai dihukum orang yang tidak bersalah. Saya ingin menyeret Maruli dan Bambang Heru," tukas Gayus.

Motif membidik Maruli, karena Maruli dianggap menempatkan dirinya di komplain pajak PT SAT. Sementara alasan membidik Bambang Heru karena tidak meloloskan kenaikan pangkat Gayus.
"Saya minta mengajukan kenaikan pangkat ke Bambang Heru, tidak ditanggapi. Saat saya ketemu, saya tanyakan. Dia jawab, eh iya lupa. Maruli menempatkan saya di penelaah keberatan PT SAT," ucap Gayus.


(Ari/rdf)

Rabu, 01 Desember 2010

TEMPOINTERAKTIF : Soal Pajak, Tiga Bulan Polisi Tak Periksa Gayus

Soal Pajak, Tiga Bulan Polisi Tak Periksa Gayus

Senin, 29 November 2010 | 04:50 WIB
Gayus Tambunan. TEMPO/Yosep Arkian
TEMPO Interaktif, Jakarta --Koalisi Masyarakat Sipil mengkritik kinerja kepolisian, yang terkesan tidak serius menangani kasus mafia pajak Gayus H. Tambunan. Hal itu, antara lain, terlihat dari tidak intensifnya mereka memeriksa Gayus sebagai aktor utama skandal mafia yang nilainya mencapai miliaran rupiah itu. Bahkan Koalisi menuding polisi "bermain" dalam kasus ini.

“Sepertinya ada skenario yang disiapkan untuk menutupi kasus ini," ujar Taufik Basari, juru bicara Koalisi, kepada Tempo tadi malam. Koalisi merupakan wadah sejumlah lembaga pegiat antikorupsi, seperti Indonesia Corruption Watch, Masyarakat Transparansi Indonesia, dan Transparency International Indonesia. "Kalau penyidik memahami pentingnya Gayus, mereka seharusnya menggali terus apa yang diketahui Gayus soal permainan pajak ini."

Taufik mengungkapkan hal itu menanggapi pernyataan Pia Akbar Nasution, anggota tim pengacara Gayus, yang berkaitan dengan dugaan mafia hukum dan mafia pajak Gayus. Kemarin Pia menyatakan sudah tiga bulan kliennya itu tak dimintai keterangan oleh polisi. “Terakhir, Gayus diperiksa pada awal puasa--pertengahan Agustus. Sejak itu, polisi tak pernah meminta keterangan dia lagi,” katanya.

Lamanya penyidik tak memeriksa Gayus dinilai oleh Koalisi sebagai sebuah ketidakwajaran. Sebagai pembanding, dalam persidangan mafia hukum dengan terdakwa Haposan Hutagalung, Jumat lalu, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Susno Duadji menyebutkan adanya batasan waktu dalam penanganan sebuah kasus di kepolisian. “Tiga puluh hari untuk menyelesaikan kasus skala kecil, 60 dan 90 hari untuk kasus skala sedang dan besar,” katanya. “Sedangkan untuk skala sangat besar, butuh waktu hingga 120 hari.”

Hingga saat ini, kata Pia, mereka masih menunggu kejelasan proses hukum kasus mafia pajak Gayus yang kini ditangani polisi. Kalau memang polisi tidak mampu mengungkapnya, ia berharap kasus ini segera dilimpahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi, seperti yang belakangan disuarakan berbagai kalangan. “Toh, Gayus juga bersedia membuka kasus ini ke KPK."

Pia menegaskan, Gayus memiliki dokumen penyuapan berupa surat-surat dari sejumlah perusahaan yang pernah ditanganinya. Surat-surat itu dikirim saat yang bersangkutan masih menjadi pegawai Direktorat Jenderal Pajak.

Pia menyatakan siap memberikan data dan dokumen itu bila diundang dalam gelar perkara Gayus yang akan dilaksanakan polisi besok. Namun harapannya itu belum kesampaian. “Belum ada undangannya,” katanya, Sabtu lalu.

Menurut rencana, besok kepolisian memang akan melakukan gelar perkara kasus Gayus dan mengundang sejumlah lembaga. Antara lain KPK, Satuan Tugas Anti-Mafia Hukum, Kejaksaan Agung, Komisi Kepolisian Nasional, dan Direktorat Jenderal Pajak.

Kepala Bareskrim Ito Sumardi belum bisa dimintai konfirmasi ihwal lamanya Gayus tak diperiksa dalam kaitan dengan mafia pajak dan gelar perkara besok. Sambungan telepon dan pesan pendek yang dikirim Tempo tak ditanggapi sama sekali.

CORNILA DESYANA | FEBRIYAN

http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2010/11/29/brk,20101129-295168,id.html

KORAN TEMPO : 3 Bulan Polis diduga tak periksa Gayus

KOMPAS : Gelar Perkara Perlu Libatkan Ditjen Pajak

Senin, 29 November 2010

KPK Telusuri ATASAN Gayus

KPK Telusuri Atasan Gayus

Sabtu, 27 November 2010 | 08:15 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru terpilih, Busyro Muqoddas, menyatakan penyidik komisi antikorupsi akan menelusuri atasan tersangka mafia pajak Gayus H. Tambunan. Tindakan itu dilakukan karena Gayus tak mungkin melakukan aksinya sendiri.

"Di atas Gayus itu siapa, apakah Gayus bermain sendiri?" kata Busyro di kantornya kemarin. Menurut dia, struktur pemerintahan di negeri ini, pegawai bawahan tak akan mengambil tindakan penting tanpa setahu dan seizin atasannya. "Dan di atas (Gayus) ini menarik untuk ditelusuri," katanya.

Gayus adalah mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak golongan III-A dengan penghasilan Rp 9-12 juta sebulan. Namun ia memiliki rekening puluhan miliar rupiah, yang diduga berasal dari setoran perusahaan wajib pajak yang ditanganinya. Tiga di antaranya, menurut pengakuan Gayus, adalah perusahaan milik Grup Bakrie. Namun Nirwan Bakrie, yang mewakili keluarga Bakrie, membantah ucapan Gayus tersebut. Kini kasus ini masih ditangani Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI.

Untuk membongkar jejaring mafia pajak di belakang Gayus, kalangan pegiat antikorupsi, pengamat, praktisi hukum, dan politikus mendesak agar KPK mengambil alih penanganan kasus itu. Namun, hingga kemarin, lembaga itu masih menunggu langkah kepolisian.

"Dari dulu, KPK siap. Kalau Polri siap membagi kasus, itu bagus," kata Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto kemarin. Menurut dia, kejelasan KPK menangani bagian mana dari kasus Gayus akan terjawab pada Selasa depan setelah menggelar perkara dengan Bareskrim Mabes Polri. Setelah pertemuan itu, kata Bibit, "Akan jelas siapa menangani apa."

Berkaitan dengan penanganan kasus Gayus, kemarin KPK menerima Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum.
Menurut Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah, pertemuan tersebut merupakan ajang bertukar informasi.

Sekretaris Satuan Tugas Denny Indrayana menyatakan hingga kini asal-muasal duit di rekening Gayus yang jumlahnya miliaran rupiah itu masih simpang-siur. Pengusutan tuntas kasus Gayus, kata Denny, mendesak dilakukan. "Agar tak terjadi fitnah," ujarnya.

Direktur Humas Direktorat Jenderal Pajak Iqbal Alamsyah mengatakan pihaknya siap membantu rencana KPK mengusut atasan Gayus. "Iya, dong (kami siap). Selama ini kami juga sudah transparan," katanya tadi malam.

Dalam kasus ini, selain Gayus, dua pegawai pajak yang sudah menjadi tersangka adalah Humala Napitupulu (kolega Gayus) dan Maruli Pandapotan Manulung (atasan Gayus). Mereka menjadi tersangka kasus pajak PT Surya Alam Tunggal. Namun, menurut Indonesia Corruption Watch, masih ada lagi dua atasan Gayus yang layak dijerat.

Sebelumnya, KPK menegaskan siap menangani kasus suap Gayus Halomoan Tambunan. “Dari dulu KPK siap, kalau Polri siap membagi kasus, itu bagus,” kata Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto, kemarin.

Menurut Bibit, kejelasan KPK menangani kasus Gayus akan terjawab Selasa pekan depan setelah paparan dengan Badan Reserse Kriminal di Mabes Polri. Setelah pertemuan itu, kata Bibit, “Akan jelas siapa menangani apa.”

Saat ini KPK mengambil posisi mensupervisi penanganan kasus Gayus oleh Polri. Penanganan kasus itu oleh polisi baru sebatas Gayus menyuap penyidik dan hakim, serta kasus penyuapan penjaga rumah tahanan. Adapun soal Gayus menerima suap dari sejumlah perusahaan belum disentuh polisi.

Saat bertemu KPK, Denny Indrayana mendukung agar kasus Gayus sebagai penerima suap juga dituntaskan.
Hingga saat ini, kata dia, muasal duit di rekening Gayus masih simpang-siur. “Agar tak terjadi fitnah,” ujarnya.

Gayus mengaku pernah menangani masalah pajak 149 perusahaan, termasuk grup Bakrie. Pengakuan Gayus itu dibantah Grup Bakrie. Polisi sudah menyita harta milik mantan pegawai golongan III A Direktorat Jenderal Pajak itu, sejumlah Rp 74 miliar. Harta berupa uang dollar dan sejumlah emas batangan ini disita dari safe deposit box Gayus. Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri juga menyita rumah mewah dan mobil milik Gayus. Polisi menyita harta itu karena diduga berasal dari hasil korupsi.

Pekan depan, ketiga barang bukti itu akan digunakan dalam gelar perkara antara Kepolisian Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan Agung, dan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum.

MUNAWWAROH | ANTON SEPTIAN | FEBRIANA FIRDAUS | DWI WIYANA

 http://www.tempointeraktif.com/hg/fokus/2010/11/27/fks,20101127-1604,id.html

KPK - Kasus GAYUS

10 Alasan KPK Layak Ambil Alih Kasus Gayus

Minggu, 21 November 2010 | 15:40 WIB

Febrydiansyah koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) divisi Hukum (Kiri) dan Donald Fariz Peneliti ICW saat konfrensipres di kantor ICW, Jakarta. TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi kembali didesak mengambil alih kasus terdakwa mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan. Kali ini desakan datang dari pegiat antikorupsi Indonesia Corruption Watch.

"(Sebab) ada sejumlah kejanggalan dalam penanganan kasus Gayus, membuktikan syarat pengambilalihan kasus oleh KPK terpenuhi," ujar Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Febri Diansyah dalam konferensi pers di kantornya, Ahad (21/11).

Menurut dia, dalam Undang-undang KPK pasal 9, ada tiga alasan yang bisa digunakan lembaga antikorupsi itu untuk mengambil alih kasus dari Kepolisian dan Kejaksaan. Pertama, jika penanganan korupsi justru melindungi koruptor yang sesungguhnya. Kedua, kalau penanganannya malah mengandung unsur korupsi. Terakhir, bila penanganan tersebut sulit dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan.

"Kalau masih ditangani Kepolisian, pasti kemungkinan besar hanya menangkap teri dan melepas paus. Karena jaringnya memang cuma disiapkan untuk menangkap teri," ucap Febri, bertamsil.

Ia meminta KPK pun tak bersikap manja dan hanya menunggu Kepolisian menyerahkan kasus tersebut. "Kalau diserahkan ke Kepolisian, itu sama saja bohong, berarti KPK berkontribusi membiarkan mafia menang. Bazooka KPK jangan hanya disimpan di gudang tapi harus digunakan," katanya.

Peneliti Hukum ICW Donal Fariz membeberkan, ada sepuluh kejanggalan di sekitar pengusutan Gayus. Yang pertama, Gayus cuma dijerat dengan kasus PT SAT dengan kerugian negara Rp 570,95 juta, bukannya masalah utama, yakni kepemilikan rekening RP 28 miliar. Kedua, polisi sudah menyita safe deposit Gayus yang nilainya Rp 75 miliar, tetapi tak jelas pengusutannya hingga kini. 

Lantas, polisi belum juga memproses tiga perusahaan Bakrie, yakni Kaltim Prima Coal, Arutmin, dan Bumi Resources. Padahal dalam sidang dan Berita Acara Pemeriksaannya, Gayus telah mengakui menerima US$ 3 juta untuk mengurus masalah pajak tiga korporasi itu. "Alasan kepolisian terkesan mengada-ada, misalkan tentang belum cukupnya alat bukti. Mestinya kesaksian Gayus sudah menjadi alat bukti sah di mata hukum," tuturnya.

Keempat, polisi tampaknya melokalisir kasus hanya sampai perwira menengah, yakni Kompol Arafat dan AKP Sri Sumartini. "Aneh sekali, semakin kuat kita menyimpulkan bahwa oknum polisi terlibat, ada upaya melindungi petinggi polisi," ujarnya.

Donal pun menilai aneh perihal personil Direktorat Jenderal Pajak yang telah menjadi tersangka, yakni Humala Napitupulu dan Maruli Pandapotan Manulung. Seharusnya atasan mereka, setidaknya Kepala Sub Direktorat Pengurangan dan Keberatan Johny Marihot Tobing serta Direktur Keberatan dan Banding Bambang Heru Ismiarso, juga diusut keterlibatannya.

Keenam, Juni lalu Markas Besar Kepolisian menetapkan Jaksa Cyrus Sinaga dan Poltak Manulang sebagai tersangka kasus suap dalam penggelapan pajak, tetapi status Cyrus mendadak berubah menjadi saksi. 

Ketujuh, Kejaksaan Agung lantas malah melaporkan Cyrus ke kepolisian terakit bocornya rencana penuntutan, bukan karena dugaan suap dan penghilangan pasal korupsi plus pencucian uang dalam dakwaan. "Langkah ini diduga sebagai siasat melokalisir permasalahan dan mengorbankan Cyrus sendiri," ucapnya.

Kedelapan, Direktorat Pajak terkesan enggan memeriksa ulang pajak perusahaan yang diduga menyuap Gayus. Alasannya, mereka menunggu novum alias bukti baru. 

Kejanggalan kesembilan, Gayus bisa seenaknya keluar dari tahanan dan plesir ke Bali memakai identitas palsu. "Ini menunjukkan polisi tidak serius mengungkap kasus, dan Gayus memiliki posisi tawar kuat kepada pihak yang pernah menerima suap atau servisnya saat menjadi pegawai Pajak," tutur Donal. Dan yang terakhir, polisi berkukuh menolak kasus Gayus diambil alih KPK.

BUNGA MANGGIASIH
http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2010/11/21/brk,20101121-293223,id.html

Jumat, 26 November 2010

Jhonson Panjaitan Pengacara Humala Tantang Polisi Pelapor Bersaksi di Pengadilan

Kamis, 25/11/2010 22:08 WIB
Sidang Mafia Pajak
Pengacara Humala Tantang Polisi Pelapor Bersaksi di Pengadilan 
Ari Saputra - detikNews
Jakarta - Pengacara terdakwa mafia pajak Humala Napitupulu menantang polisi yang melaporkan Humala untuk bersaksi di pengadilan. Sebab, menurut Johnson, sudah 2 kali sidang permulaan, si pelapor tersebut tidak terlihat batang hidungnya.
"Itu perintah KUHAP bukan saya. Perintah KUHAP itu, saksi pelapornya harus yang diperiksa pertama. Pertanyaan saya, saksi pelapor kok langsung dibuat BAP penyumpahan? Maksudnya supaya nggak datang, begitu?" kata pengacara Humala, Johnson Panjaitan usai bersidang di Pengadilan Negeri Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (25/11/2010).

Humala merupakan rekan Gayus saat menelaah komplain pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT). Keduanya menyetujui pembatalan pembayaran pajak sebesar Rp 590 juta. Persetujuan itu lalu disodorkan ke Maruli Manurung, Bambang Heru Ismiarto hingga yang tertinggi, ditandatangani Dirjen Pajak saat itu, Darmin Nasution.

"Kalau Polri tidak dihadirkan, saya berkelahi dulu, panggil paksa. Supaya kita tahu institusi ini patuhi hukum atau tidak. Panggil paksa dulu kalau ditunjuk nggak bisa, umumkanlah kepada rakyat bahwa penegak hukum tidak bisa menyentuh orang-orang yang bertanggung jawab dalam kasus ini," tegas Johnson.

Dalam 2 kali sidang, jaksa menghadirkan petugas pajak yang mengurus persoalan pajak PT SAT. Kemudian dari juga saksi dari PT SAT yang saat kasus ini muncul beroperasi di daerah Sidoarjo, Jawa Timur.

"Saya tidak tahu saksi pelapor bagian dari tim independen atau bukan.
Tapi kalau itu bagian dari tim independen terlihat betul titik orang dan titik tim yang membelokkan persoalan ini," ucap Johnson bersemangat.

(Ari/rdf)
http://www.detiknews.com/read/2010/11/25/220823/1502745/10/pengacara-humala-tantang-polisi-pelapor-bersaksi-di-pengadilan

Selasa, 23 November 2010

Surat keluarga ke Media

Humala Napitupulu, Mafia Pajak Salah Tangkap
Minggu, 21 November 2010 , 14:20:00 WIB
RMOL. Saya mewakili keluarga besar daripada Humala Napitupulu yang terdakwa kasus berjudul besar yaitu MAFIA pajak, memohon dan mengajak bapak/ibu yang terhormat, yang telah mengabdi untuk suatu kebenaran berita tanpa melihat pamrih demi suatu KEJUJURAN terhadap publik untuk melihat dan mewartakan kasus yang boleh saya bilang dalam prosesnya terlalu LAMBAT dan lagi SALAH TANGKAP.

Judul yang diberikan oleh pemerintah terhadap kasus ini sangatlah besar tapi bertolak belakang dengan respons dan hasil yang diberikan, bahkan sangat menjadi mengenaskan dalam proses penegakannya pun di era modern tahun 2010 ini di Indonesia.

Seorang MAFIA PAJAK hendak digambarkan dan dibentuk ke dalam sosok HUMALA NAPITUPULU, seorang karyawan yang telah mengabdi kurang lebih 12 tahun menjadi PNS di lingkungan kerja Direktorat Jenderal Pajak.

Selama 12 tahun itu pula kekayaan yang dia miliki hanyalah sebuah keluarga kecil bahagia seperti idaman rakyat kecil bangsa kita dalam seorang istri dan saat ini dua orang anak perempuan yang tengah diungsikan ke Surabaya karena takut akan Judul Perkara "MAFIA PAJAK" yang sedang di kambing hitamkan ke orangtua mereka.

Kekayaan materialnya pun sangatlah wajar sekali sebagai seorang PNS dengan golongan 3D saat ini yang telah mengabdi selama 12 tahun dari lulusan S2 Unair Surabaya, yakni: sebuah rumah tipe 68 yang masih HARUS di-CICIL selama 12 tahun di Serpong BSD, sebuah mobil Toyota Avanza yang masih HARUS di-CICIL selama dua tahun lebih lagi, sebuah sepeda motor Honda Legenda.

Saya memohon dan mengajak dalam mengetuk pintu hati nurani bapak/ibu yang telah mengabdi dalam KEJUJURAN BERITA untuk kiranya berkenan mewartakan ini kepada masyarakat dengan sejujur-jujurnya, mengingat tak banyak pula dari rekan-rekan anda yang dapat melanggar sumpah pengabdian karir mereka dalam kejujuran berita.
HUMALA NAPITUPULU TIDAK BERSALAH, HUMALA NAPITUPULU BUKAN MAFIA PAJAK, pengabdiannya di-adili. Semoga Tuhan yang kita percaya dalam iman dan kehidupan kita menyertai kita.

Sebagai informasi, jadwal sidang terdekat terhadap Humala Napitupulu kembali digelar Rabu (24/11) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada pukul 10.00 WIB. Pelaksanaan sidang terakhir sangatlah mengenaskan, dari jadwal pukul 10.00 WIB baru dimulai pukul 14.30 WIB dengan seorang fotografer sniper yang selama lebih 30 menit mengambil gambar Humala Napitupulu yang sedang bercanda mengatasi kebosanan di ruang sidang.

Pihak keluarga Humala Napitupulu,

koreksi : jadwal sidang minggu ini, Kamis 25 November 2010 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Sabtu, 20 November 2010

Kliping Berita Perkara PT SAT - Sidoarjo

Polhukam

Gayus Diminta Buat Laporan Palsu oleh Tim Polisi
Senin, 25 Oktober 2010 - 14:03 wib
http://news.okezone.com/read/2010/10/25/339/386124/339/gayus-diminta-buat-laporan-palsu-oleh-tim-polisi
Siti Ruqoyah - Okezone
JAKARTA - Tim independen Mabes Polri tidak menemukan kesalahan dalam berkas kerja pemeriksaan wajib pajak yang dilakukan Gayus Tambunan. Akhirnya, Gayus mengaku dirinya diminta membuat laporan palsu untuk memenuhi laporan pemeriksaan.

Hal tersebut disampaikan Gayus usai mendengarkan keterangan saksi Fajar Adi Prabowo, yang merupakan rekan satu tim Gayus di Dirjen Pajak.

“Itu adalah introducing dari Pak Mahendra saja selaku tim penyidik independen. Terus terang saya sama dengan Hakim Asnun yang berkas pajak dikerjain sama Tim Independen,” ujarnya kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (25/10/2010).

Gayus menerangkan, dirinya disuruh oleh Tim Independen untuk mengakui agar orang-orang pajak juga ada yang melakukan penggelapan pajak sama seperti dirinya.

“Awalnya saya disuruh untuk mengakui dan bilang bahwa urusan wajib pajak yang terlilit itu perintah Maruli supaya ada orang pajak yang masuk juga,” ujar Gayus.

Terkait dengan penggelapan perusahaan yang terlilit pajak, Gayus mengakui bahwa memang pegawai pajak sering mengurus agar tidak terkena masalah.
“Kasus penggelapan ini sudah jadi kasus biasa di pegawai pajak,” ucapnya.(lsi)

Kliping - Berita seputar Perkara PT. SAT - Sidoarjo

Orang tua humala berjuang demi kebenaran dan keadilan

Pengacara Jhonson Panjaitan dan partners

Jaksa Penuntut Umum dan Hakim

rumah humala

rumah humala

Minggu, 31 Oktober 2010

EKSEPSIKU OLEH PENGACARA JHONSON PANJAITAN

              Jakarta, 27 Oktober 2010

Kepada Yth.
Majelis Hakim Perkara Pidana
Register Perkara No1288/Pen.Pid/2010/PN.JKT.SEL
Pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Di –
            Jakarta Selatan
Perihal  :  EKSEPSI

I.                        PENDAHULUAN

Majelis Hakim yang terhormat,
Saudara Penuntut Umum yang Kami Hormati,
Sidang Yang Kami Muliakan,


Peradilan Simbolik Kasus Mafia Hukum

Pada tanggal 23 Oktober 2009 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan 100 hari Program Kabinet Indonesia Bersatu Jilid – II. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini dengan gagah mencantumkan Program Pemberantasan Mafia Hukum sebagai program prioritas utamanya. Program ini sangat mengejutkan banyak pihak, karena pikiran dan filosofi program tersebut Negara mengakui adanya praktek mafia hukum dan menganggapnya sebagai masalah yang sangat besar dan berbahaya bagi bangsa dan Negara Indonesia.

Isyu mafia hukum ini menemukan wujudnya dengan dibongkarnya kasus Gayus Tambunan seorang pegawai Direktorat Jenderal Pajak golongan III A yang memiliki kekayaan Rp.100.000.000.000.,- (seratus milyar rupiah) dari bisnis mengurus pajak ± 147 (seratus empat puluh tujuh) perusahaan. Ironisnya kasus ini dibongkar oleh Komjen. Susnoduadji yang diadili dalam perkara lain di Pengadilan ini.

Kasus TERDAKWA Humala SL Napitupulu ini diajukan oleh Negara melalui penyidik penyidik pada Direktorat III/ Tindak Pidana Korupsi Dan WCC Badan Reserse Kriminal Kepolisian R.I. dan Jaksa Penuntut Umum sebagai kasus yang menjadi bagian dari kasus besar mafia hukum Gayus Tambunan. Tetapi setelah kami team Penasehat Hukum Terdakwa menerima surat dakwaan dan berkas perkara serta mempelajarinya dengan teliti, ternyata kasus pajaknya hanya 1 (satu) kasus saja yaitu penerimaan permohonan Wajib Pajak PT. Surya Alam Tunggal sebesar Rp.570.952.000.,- (lima ratus tujuh puluh juta sembilan ratus lima puluh dua ribu rupiah). Bahkan dalam kasus ini terjadi praktek diskriminasi dimana Humala SL Napitupulu yang tidak punya uang ditaruh ditahanan POLDA Metro Jaya. Sementara Tersangka lainya yaitu Jhony Marihot Tobing (KASUBDIT) dan Direktur Bambang Heru Ismiarso yang penuntutannya dilakukan secara terpisah, tidak ditahan padahal sesuai ketentuan dan Hirarki Kekuasaan merekalah yang memiliki wewenang membuat Keputusan diterima atau Ditolaknya Wajib Pajak.

Tampaknya memang proses Penegakkan Hukum terhadap kasus Mafia Hukum Gayus Tambunan ini menggunakan Metode Sampel, Bonsai dan Simbolik.

Dikatakan Sampel karena memang yang masuk dalam Dakwaan di Pengadilan hanya satu saja PT. Surya Alam Tunggal dari ± 147 (seratus empat puluh tujuh) perusahaan yang diduga diurus oleh Gayus Tambunan. Dikatakan Bonsai karena kasus besar ini dipangkas menjadi kecil karena yang terkena hanya penyidik (perwira menengah) sedangkan Jenderal pengambil keputusan bebas termasuk Jaksa-nya; Humala Sl Napitupulu (penelaah keberatan) sedangkan Direktur Jenderal Pajak-nya bebas bahkan mendapat promosi jabatan baru. Dikatakan simbolik artinya telah disepakati secara bersama oleh para pemangku kepentingan kasus mafia hukum Gayus Tambunan ini. Bahwa dengan hanya beberapa berkas dan TERDAKWA Humala Sl Napitupulu ini yang dibawa ke pengadilan. Maka inilah “pintu keluar” yang disepakati bersama sebagai penyelesaian keadilan simbolik proses hukum kasus mafia hukum. Janganlah kasus mafia ini dibongkar tuntas sampai ke akar - akarnya, nanti malah semuanya rusak. Cukup secara simbolik saja toh Rakyat tidak tahu. Biar Rakyat-lah yang menanggung hutang untuk biaya reformasi Pajak.

Proses penegakan hukum oleh Negara bukan untuk memberantas tuntas mafia hukum sampai keatas (Menteri, Dirjen, Jenderal) tetapi malah hanya menginjak kebawah dengan mengorbankan yang kecil dibawah. Akibatnya bias dipastikan jaringan mafia hukum diatas akan semakin bertambah kuat, pintar dan rakus karena tidak bias disentuh oleh hukum bahkan bias mengatur proses penegakan hukum.

Kami team Penasehat Hukum Terdakwa akan terus berdoa semoga Tuhan Yang maha adil memberikan kekuatan kepada Majelis Hakim yang terhormat untuk berani dan tegas menemukan kebenaran dan menegakan keadilan dalam kasus ini.

II.                        PENGADILAN TIDAK BERWENANG MENGADILI

Majelis Hakim yang terhormat,
Saudara Penuntut Umum yang Kami Hormati,
Sidang Yang Kami Muliakan,

Bahwa Kompetensi absolut adalah dalam hal kewenangan dalam mengadili materi perkara bukanlah menjadi kewenangan peradilan pidana, namun menjadi kewenangan peradilan lain diluar peradilan pidana baik perdata, tata usaha negara, militer, Peradilan Pajak, maupun peradilan agama sesuai pasal 156 ayat (1) KUHAP;

Bahwa surat Dakwaan jaksa penuntut umum secara keseluruhan adalah menguraikan mengenai proses administrasi pajak yang
Apabila kita meneliti Dakwaan Primair pada halaman 2 (dua) s/d halaman 10 (sepuluh) surat Dakwaan; dan Dakwaan Subsidair pada halaman 11 (sebelas) s/d halaman 19 (sembilan belas) surat Dakwaan Jaksa penuntut umum secara keseluruhan menguraikan proses pemeriksaan pajak di PT. Surya Alam Tunggal dengan tujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak pada tahun pajak tahun 2004; diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPN kepada PT. Surya Alam Tunggal yang dibuat dan ditandatangani oleh Kepala KPP Sidoarjo; pengajuan permohonan keberatan oleh PT. Surya Alam Tunggal ke Direktorat Keberatan dan Banding Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak; penelitian dan penelaahan permohonan keberatan dari PT. Surya Alam Tunggal; pembahasan berkas keberatan antara Team Penelaah Keberatan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak dengan Team Pemeriksa Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur II dan Wajib Pajak PT. Surya Alam Tunggal; Laporan Usulan untuk menerima permohonan Keberatan Wajib Pajak PT. Surya Alam Tunggal; hingga diterbitkannya Surat Keputusan Dirjen Pajak yang pada intinya menyatakan menerima permohonan keberatan Wajib Pajak PT. Surya Alam Tunggal;
Seluruh uraian Dakwaan jaksa tersebut menunjukan bahwa inti persoalan dakwaan adalah mngenai administrasi perpajakan yang menjadi kewenangan dari Peradilan Pajak.

Berdasarkan hal - hal tersebut diatas telah secara jelas dan terang Dakwaan Jaksa Penuntut umum secara keseluruhan menguraikan mengenai administrasi perpajakan. Karena terhadap Surat Keputusan Dirjen Pajak yang pada intinya menyatakan menerima permohonan keberatan Wajib Pajak PT. Surya Alam Tunggal tersebut apabila diketemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terhutang, maka Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Tambahan terhadap Wajib Pajak PT. Surya Alam Tunggal sesuai pasal 15 ayat (1) Undang – Undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.

Karena apabila kita mengikuti alur berfikir Jaksa penuntut umum sebagaimana dalam uraian Dakwaannya yang terindikasi adnya tindak pidana perpajakan, maka demi hukum penyidikan harus dilakukan terlebih dahulu oleh Pejabat Pegawai Negeri tertentu dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak sesuai pasal 44 Undang – Undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.

Dan atas kerugian keuangan negara yang telah dibayar kepada Wajib Pajak PT. Surya Alam Tunggal, Direktorat Jenderal Pajak melalui Pejabat Pegawai Negeri tertentu dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak dapat menagih kembali kerugian keuangan negara tersebut yang telah dibayar kepada Wajib Pajak PT. Surya Alam Tunggal berdasarkan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap atas penyidikan dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri tertentu dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak

Bahwa berdasarkan seluruh uraian tersebut diatas, maka Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili perkara ini.

III.                        DAKWAAN TIDAK CERMAT, TIDAK JELAS, DAN TIDAK LENGKAP

Majelis Hakim yang terhormat,
Saudara Penuntut Umum yang Kami Hormati,
Sidang Yang Kami Muliakan,

Bahwa surat dakwaan harus uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan sesuai pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP. Bahwa apabila terbukti Surat Dakwaan tidak memenuhi sebagaimana diperintahkan dalam pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP tersebut, maka sesuai Pasal 143 ayat (3) KUHAP surat Dakwaan menjadi obscuur libel dan harus dinyatakan BATAL DEMI HUKUM.

Bahwa yang dimaksud cermat, jelas dan lengkap dalam pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP sesuai buku Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan, terbitan Kejaksaan Agung RI, tahun 1985, halaman 14 s/d halaman 16 sebagai berikut :

DAKWAAN TIDAK CERMAT
CERMAT adalah ketelitian Jaksa Penuntut Umum dalam mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan pada undang-undang dan atau ketentuan hukum yang berlaku bagi TERDAKWA, jadi Jaksa penuntut umum menyusun dakwaan berdasarkan harus didasari dengan Undang - undang dan atau ketentuan hukum yang telah dirubah sampai perubahan terakhir dan atau tidak telah dinyatakan tidak berlaku lagi dan dinyatakan telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi.

Bahwa Undang - undang dan atau ketentuan hukum yang terkait menjadi dasar Dakwaan Jaksa Penuntut umum dalam perkara ini adalah Undang - undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Undang - undang dan atau ketentuan hukum yang berlaku dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

Bahwa TERDAKWA didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dalam Dakwaan Primair telah melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi J.o Undang-Undang No.20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.  Bahwa Dakwaan Jaksa Penuntut umum tersebut TIDAK CERMAT, karena uraian unsur pasal 2 ayat (1) ini diuraikan didalam bagian penjelasan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi J.o Undang-Undang No.20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang pada tanggal 25 Juli 2006 telah dicabut dan dinyatakan telah tidak berlaku lagi sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Register Perkara No. 003/PUU-IV/2006.

DAKWAAN TIDAK LENGKAP

LENGKAP adalah uraian surat dakwaan harus mencakup semua unsur-unsur yang ditentukan Undang-undang secara lengkap;

Bahwa Jaksa penuntut umum dalam menyusun surat Dakwaanya harus menguraikan semua unsur - unsur pasal yang didakwakan kepada TERDAKWA yang dalam perkara ini pasal 2 ayat (1) J.o pasal 18 UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi J.o UU No.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi J.o pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana Dakwaan Primair; dan pasal 3 J.o pasal 18 UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi J.o UU No.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi J.o pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana Dakwaan Subsidiair;

Bahwa surat Dakwaan tidak lengkap menguraikan unsur - unsur Dakwaan Subsidiair secara khusus pada uraian unsur pasal 3 UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi J.o UU No.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Karena apa yang diuraikan jaksa penuntut umum dalam unsur pasal 3 ini hanya merupakan pengulangan uraian dari unsur pasal 2 ayat (1) yang telah terlebih dahulu di uraikan oleh Jaksa Penuntut dalam Dakwaan Primair.

Oleh karena itu Dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut umum ini seharusnya dari segi metode bukan Dakwaan Subsidairitas, tetapi adalah Dakwaan Alternatif.

DAKWAAN TIDAK JELAS

JELAS adalah Jaksa Penuntut Umum harus mampu merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan, sekaligus memadukan dengan uraian fakta (perbuatan materil yang dilakukan oleh TERDAKWA).

Jaksa penuntut umum didalam Dakwaan Primair halaman 7 (tujuh) dan Dakwaan Subsidiair halaman 16 (enam belas) surat dakwaannya menyatakan “setelah ditandatangani oleh Gayus Halomoan P Tambunan, maka oleh TERDAKWA Humala SL Napitupulu selaku Penelaah Keberatan, tanpa dilakukan penelitian dan penelaahan terlebih dahulu, laporan penelitian dimaksud ditandatanganinnya dan selanjuntya berturut - turut ditandatangani oleh Maruli P Manurung selaku Pjs Kasi Pengurangan Keberatan IV, Johny Marihot Tobing selaku Kasubdit Pengurangan & Keberatan, dan Bambang Heru Ismiarso selaku Direktur Keberatan & Banding
Berdasarkan hal tersebut diatas terbukti Dakwaan jaksa penuntut umum TIDAK JELAS, karena Jaksa Penuntut Umum dalam menyusun surat dakwaannya telah mengesampingkan fakta. Bahwa berdasarkan fakta TERDAKWA telah melakukan tugas dan fungsinya meneliti dan menelaah Laporan Penelitian Keberatan PT. Surya Alam Tunggal; dan Laporan Penelitian atau Penghapusan Sanksi Administrasi PT. Surya Alam Tunggal. Bahwa terbukti berdasarkan fakta TERDAKWA telah memanggil dan memeriksa langsung Team Pemeriksa Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur II sesuai keterangan didalam Berita Acara Pemeriksaan saksi Fransciscus Aprianto Sembiring tertanggal 17 Mei 2010 atas pertanyaan dan jawaban No. 36 (tiga puluh enam); dan keterangan didalam Berita Acara Pemeriksaan saksi Hindarto Goenawan tertanggal 12 Mei 2010 atas pertanyaan dan jawaban No. 34 (tiga puluh empat);

Jaksa penuntut umum didalam Dakwaan Primair halaman 7 (tujuh) surat dakwaannya menyatakan “padahal TERDAKWA Humala SL Napitupulu mengetahui bahwa Laporan penelitian dimaksud dibuat dengan tidak benar sehingga seharusnya TERDAKWA tidak menyetujui dan tidak menandatangani laporan penelitian tersebut yang mengusulkan untuk menyetujui keberatan Wajib Pajak PT. Surya Alam Tunggal melainkan menolak keberatan Wajib Pajak PT. Surya Alam Tunggal dan menyatakan hasil pemeriksaan Kanwil Pajak Jawa Timur sudah benar
Berdasarkan hal tersebut diatas terbukti Dakwaan jaksa penuntut umum TIDAK JELAS, karena Jaksa Penuntut Umum dalam menyusun surat dakwaannya telah mengesampingkan fakta. Bahwa berdasarkan fakta TERDAKWA telah melakukan tugas dan fungsinya melakukan pemeriksaan atas Laporan Penelitian Keberatan PT. Surya Alam Tunggal; dan Laporan Penelitian atau Penghapusan Sanksi Administrasi PT. Surya Alam Tunggal. Hal ini terbukti dimana TERDAKWA telah memeriksa kebenaran seluruh dokumen - dokumen yang terkait dengan Laporan Penelitian Keberatan PT. Surya Alam Tunggal; dan Laporan Penelitian atau Penghapusan Sanksi Administrasi PT. Surya Alam Tunggal; serta TERDAKWA juga telah secara langsung memeriksa saksi - saksi yang terkait yaitu termasuk tetapi tidak terbatas pada Team Pemeriksa Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur II.

Jaksa penuntut umum didalam Dakwaan Subsidiair halaman 16 (enam belas) surat dakwaannya menyatakan “akan tetapi TERDAKWA Humala SL Napitupulu telah menyalahgunakan kewenangannya yang seharusnya TERDAKWA melakukan penelitian secara tepat, cermat, dan menyeluruh, namun tidak dilakukan sehingga apabila penelitian dilakukan dengan sebenarnya maka seharusnya TERDAKWA tidak mengusulkan untuk menyetujui keberatan Wajib Pajak PT. Surya Alam Tunggal melainkan menolak keberatan Wajib Pajak PT. Surya Alam Tunggal dan menyatakan hasil Pemeriksaan Kanwil Pajak Jawa Timur sudah benar, sehingga perbuatan TERDAKWA yang mengusulkan menerima keberatan Wajib Pajak telah menyalahgunakan kewenangan
Berdasarkan hal tersebut diatas terbukti Dakwaan jaksa penuntut umum TIDAK JELAS, karena Jaksa Penuntut Umum dalam menyusun surat dakwaannya telah mengesampingkan fakta. Bahwa berdasarkan fakta TERDAKWA telah melakukan tugas dan fungsinya melakukan penelitian dengan sebenar - benarnya terhadap Keberatan Wajib Pajak PT. Surya Alam Tunggal. Hal ini terbukti bahwa TERDAKWA telah memeriksa secara langsung Wajib Pajak PT. Surya Alam Tunggal dan Team Pemeriksa Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur II.

IV.                        KESIMPULAN

Bahwa surat Dakwaan jaksa penuntut umum secara keseluruhan adalah menguraikan inti persoalan mengenai administrasi perpajakan yang menjadi kewenangan dari Peradilan Pajak.

Bahwa Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Tambahan atas Surat Keputusan Dirjen Pajak yang menerima permohonan keberatan Wajib Pajak PT. Surya Alam Tunggal sesuai pasal 15 ayat (1) Undang – Undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan

Bahwa apabila uraian Dakwaan jaksa penuntut umum terindikasi adanya tindak pidana perpajakan, maka demi hukum penyidikan harus dilakukan terlebih dahulu oleh Pejabat Pegawai Negeri tertentu dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak sesuai pasal 44 Undang – Undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.

Bahwa Direktorat Jenderal Pajak dapat menagih kembali kerugian keuangan negara yang telah dibayar kepada Wajib Pajak PT. Surya Alam Tunggal berdasarkan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap.

Bahwa Dakwaan Jaksa Penuntut umum TIDAK CERMAT, karena uraian unsur pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi J.o Undang-Undang No.20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang pada tanggal 25 Juli 2006 telah dicabut dan dinyatakan telah tidak berlaku lagi sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Register Perkara No. 003/PUU-IV/2006.

Bahwa Dakwaan Jaksa penuntut umum TIDAK LENGKAP menguraikan unsur - unsur Dakwaan Subsidiair pasal 3 UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi J.o UU No.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang hanya merupakan pengulangan uraian dari unsur pasal 2 ayat (1).

Bahwa dakwaan Jaksa Penuntut umum ini seharusnya dari segi metode bukan Dakwaan Subsidairitas, tetapi adalah Dakwaan Alternatif.

Bahwa dakwaan jaksa penuntut umum TIDAK JELAS, karena Jaksa Penuntut Umum menyusun surat dakwaannya telah mengesampingkan fakta keterangan saksi Fransciscus Aprianto Sembiring tertanggal 17 Mei 2010 atas pertanyaan dan jawaban No. 36 (tiga puluh enam); dan keterangan saksi Hindarto Goenawan tertanggal 12 Mei 2010 atas pertanyaan dan jawaban No. 34 (tiga puluh empat);

Bahwa dakwaan jaksa penuntut umum TIDAK JELAS, karena Jaksa Penuntut Umum menyusun surat dakwaannya telah mengesampingkan fakta dimana TERDAKWA telah memeriksa saksi Fransciscus Aprianto Sembiring selaku Team Pemeriksa Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur II.

Bahwa dakwaan jaksa penuntut umum TIDAK JELAS, karena Jaksa Penuntut Umum menyusun surat dakwaannya telah mengesampingkan fakta dimana TERDAKWA telah memeriksa Hindarto Goenawan selaku Wajib Pajak PT. Surya Alam Tunggal dan saksi Fransciscus Aprianto Sembiring selaku Team Pemeriksa Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur II.

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka bersama ini kami mengajukan permohonan agar Yang Terhormat Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, berkenan untuk memberikan putusan sela dengan amar sebagai berikut :

1.                  Menyatakan menerima eksepsi TERDAKWA dan Kuasa Hukum Terdakwa seluruhnya;

2.                  Menyatakan Majelis Hakim perkara pidana No.1288/Pen.Pid/2010/PN.JKT.SEL atas nama TERDAKWA Humala SL Napitupulu tidak berwenang mengadili perkara ini karena perkara ini merupakan kewenangan Peradilan Pajak;

3.                  Menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum tidak dapat diterima atau batal demi hukum  atau  setidak tidaknya surat dakwaan harus dibatalkan;

4.                  Memerintahkan Penuntut Umum untuk segera mengeluarkan TERDAKWA dari tahanan;

5.                  Membebankan biaya perkara pidana ini kepada Negara

Demikianlah eksepsi ini kami buat. Semoga TUHAN YANG MAHA ADIL memberikan kekuatan dan keberanian kepada Majelis Hakim untuk menegakkan hukum dan kebenaran serta melakukan pengawasan horiontal. Atas perhatianya kami mengucapkan terima kasih.

Hormat Kami,
Kuasa Hukum Terdakwa Humala SL Napitupulu
JOHNSON PANJAITAN & PARTNERS
Advokat - Konsultan Hukum - Kurator





Johnson Panjaitan,S.H.

Benyamin Panjaitan,S.H.                                                                                         Riyanto Panjaitan,S.H.