Senin, 20 Desember 2010

Aparat Hukum kasus Humala Napitupulu

foto dari kiri ke kanan: hakim Aminal Umam (anggota), hakim Ida Bagus Dwiyantara (ketua), hakim Sudarwin (anggota - sedang menunduk) 

I.                    Tim  Penyidik  (Bagian dari Tim Independen)

  1. Drs. S. M. Mahendra Jaya – Kombes Pol NRP 66070505 ( Ketua Tim)
  2. Drs. Opik Taofik Nugraha, M.Si - Kombes Pol NRP 68030221
  3. Cahyo Hutomo, SIK - AKBP NRP 70012021
  4. Rakhmad Setyadi, SH, SIK, MH - AKBP NRP 72100371
  5. Mukti Juharsa, SIK - AKBP NRP 71110421
  6. Susatyo Purnomo, SH, SIK, MSi - Kompol NRP 77110403

II.                 Jaksa Penuntut Umum

  1. Rhein E. Singal, SH – Jaksa Madya / 19560298 198312 1 001
  2. Pantono R., SH – Jaksa Madya / 19620103 199003 1 001
  3. Yuni Daru Winarsih, SH.MH – Jaksa Madya / 19680626 199303 2 002
  4. Agung Purnomo, SH. MHum, – Jaksa Muda / 19710215 199703 1 001
  5. Subekhan, SH.MH – Jaksa Muda / 19730324 199803 1 003


III.               Majelis Hakim
  1. Ida Bagus Dwiyantara, SH, M.Hum (Ketua Majelis Hakim) – Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan saat ini 2010
  2. Sudarwin SH, MH  (Hakim anggota) - Mantan Ketua Pengadilan Negeri Nganjuk tahun 2007 – 2009
  3. Aminal UNAM SH, MH (Hakim anggota) - mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kalianda, Lampung Selatan
IV.              Panitera
Panitera muda pidana : Lindawati Serikit

Sabtu, 11 Desember 2010

Gayus : Humala TIDAK Bersalah

Kamis, 09/12/2010 12:21 WIB
Disebut Gayus Tidak Bersalah, Humala Napitupulu Lega 
Ari Saputra - detikNews

Jakarta - Rekan Gayus Tambunan di Ditjen Pajak, Humala Napitupulu mengaku lega karena Gayus Tambunan menyebut dirinya tidak bersalah. Humala meminta semua pejabat pajak diperiksa, tidak hanya berhenti pada level bawahan.

"Secara manusiawi saya lega. Saya bekerja sesuai dengan prosedur. Itu semua berjenjang. Saya dan Gayus sama-sama dalam tim penelaah gugatan PT SAT, sama-sama anggota. Di atas kita ada Maruli. Diatasnya ada Johny Tobing, diatasnya Bambang Heru. Diatasnya ada Dirjen Pajak," kata Humala saat menunggu sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Kamis (9/12/2010).

Pada sidang Rabu (8/12/2010) kemarin, Gayus meminta maaf pada Humala karena terseret kasusnya. Gayus mengatakan, dirinya membidik atasan Gayus, Maruli Manurung dan Bambang Heru Ismiarto.

"Untuk mengungkap mafia pajak harus berani masuk dan mengungkap para pejabat. Harus sampai ke level dengan Dirjen, jangan hanya bawahan saja," imbuh Humala.

Pernyataan serupa disampaikan pengacara Humala, Johnson Panjaitan. Bahkan Johnson meminta permintaan maaf itu disampaikan konkrit saat bersaksi untuk Humala.

"Sehingga minta maaf Gayus jangan hanya kata-kata, tapi kongkrit di sidang. Wujudnya ungkapkan apa yang terjadi. Dia harus ngomong saat bersaksi tidak terlibatnya Humala.
Jangan sampai minta maaf, tapi kesaksiannya tidak sama. Itukan plin-plan," tukas Johnson.

"Dikatakan Gayus minta maaf, itu memperlihatkan penyidik mengorbankan orang yang tidak bersalah, membunuh karir. Diberhentikan, ditahan, diadili, kasihan keluarga anak istrinya," tambah Johnson.


(Ari/gun)

Perbedaan Gayus - Humala

Kamis, 09/12/2010 13:26 WIB
Mafia Pajak
Keserakahan Gayus dan Kesederhanaan Humala 
Ari Saputra - detikNews

http://www.detiknews.com/read/2010/12/09/132657/1514372/10/keserakahan-gayus-dan-kesederhanaan-humala

Jakarta - Gayus Tambunan mewakili keserakahan seorang pegawai pajak. Dia mengaku 'nyambi' dengan mereview laporan tahunan para wajib pajak dan mendapat imbalan puluhan miliar rupiah. Padahal, pendapatan normal Gayus sebagai pegawai pajak diatas rata-rata PNS pada umumnya. Itu belum termasuk pendapatan istrinya, Milana yang juga bekerja di Pemprov DKI Jakarta.

"Ya namanya rezeki," ucap Gayus santai, saat menjawab pertanyaan hakim di persidangan beberapa waktu lalu. Saat itu, hakim menanyai alasan Gayus 'membantu' perusahaan wajib pajak.

Godaan bekerja di Ditjen Pajak memang sangat besar. Jarang yang tidak tergiur. Rekan Gayus di Ditjen Pajak, yang juga jadi terdakwa, Humala Napitupulu, mengakui hal itu. Di lembaga yang merupakan sumber utama keuangan negara itu, Humala menyebut para pegawainya dekat dengan kekuasaan. Relasi itu yang mendorong jejaring mafia subur di institusi pajak.

"Mafia pajak dekat dengan kekuasaan dan uang. Mafia menggerogoti di lembaga sumber perekonomian negara, Ditjen Pajak. Ada simbiosis mutualisme antara pegawai pajak dan wajib pajak," ungkap Humala.

Kendati memiliki kesempatan serupa, jalan yang dipilih Humala berbeda dengan Gayus. Bila Gayus lebih suka bergelimang harta, Humala memilih jalan sederhana.

Gayus berumah mewah di Kelapa Gading, sementara Humala masih nyicil rumah sederhana di Serpong, Tangerang. Bila Gayus memiliki kendaraan mewah dan nyaman, Humala hanya menyicil Daihatsu Xenia dari gajinya. Bila Gayus menyogok petugas Rutan Brimob Salemba hanya karena ingin bertemu petenis favoritnya di Bali, Humala memilih bersabar ditahanan yang toiletnya sering mampet dan berdesakan dengan tahanan kriminal.

Kenapa Humala memilih jalan itu?

"Saya takut untuk berbuat. Ada tawaran. Para wajib pajak sudah tahu saya menolak. Secara pendapatan, saya cukup. Saya dan istri bekerja. Itu sudah lebih dari cukup untuk menghidupi keluarga kami. Saya bersyukur," kata Humala.

Dua wajah di lingkungan pajak ini sangat kontras, hitam dan putih. Pertanyaanya, bila semua pegawai pajak dijejer wayang, lebih banyak mana wajah-wajah seperti Gayus atau Humala?

"Saya tidak mau mengatakan. Biarlah metodologi peradilan mengungkap para koruptor di Ditjen Pajak. Itu yang harus dilakukan. Kata kuncinya, periksa hingga ke pejabat pajak, hingga ke direktur, hingga ke Dirjen.
Jangan hanya bawahan saja," protes Humala.

(Ari/gun)

Rabu, 08 Desember 2010

Gayus minta maaf ke Humala Napitupulu

Rabu, 08/12/2010 21:34 WIB
Gayus Minta Maaf Ke Humala Napitupulu 
Ari Saputra - detikNews

Jakarta - Gayus meminta maaf kepada rekannya saat melayani komplain pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT), Humala Napitupulu. Menurut Gayus, Humala tidak tahu apa-apa mengenai perkara yang kini ramai dibicarakan. Humala saat ini tengah disidang di PN Jaksel karena dianggap terlibat.

"Saya mohon maaf kepada Humala, dia tidak tahu apa-apa. Sebab 1000 persen, keberatan pajak PT SAT benar," kata Gayus saat diperiksa sebagai terdakwa di PN Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Rabu (8/12/2010).

Menurut Gayus, Humala salah sasaran. Target yang dia bidik adalah atasan Gayus, Maruli Manurung dan Bambang Heru Ismiarto.

"Saya menyesal. Jangan sampai dihukum orang yang tidak bersalah. Saya ingin menyeret Maruli dan Bambang Heru," tukas Gayus.

Motif membidik Maruli, karena Maruli dianggap menempatkan dirinya di komplain pajak PT SAT. Sementara alasan membidik Bambang Heru karena tidak meloloskan kenaikan pangkat Gayus.
"Saya minta mengajukan kenaikan pangkat ke Bambang Heru, tidak ditanggapi. Saat saya ketemu, saya tanyakan. Dia jawab, eh iya lupa. Maruli menempatkan saya di penelaah keberatan PT SAT," ucap Gayus.


(Ari/rdf)

Rabu, 01 Desember 2010

TEMPOINTERAKTIF : Soal Pajak, Tiga Bulan Polisi Tak Periksa Gayus

Soal Pajak, Tiga Bulan Polisi Tak Periksa Gayus

Senin, 29 November 2010 | 04:50 WIB
Gayus Tambunan. TEMPO/Yosep Arkian
TEMPO Interaktif, Jakarta --Koalisi Masyarakat Sipil mengkritik kinerja kepolisian, yang terkesan tidak serius menangani kasus mafia pajak Gayus H. Tambunan. Hal itu, antara lain, terlihat dari tidak intensifnya mereka memeriksa Gayus sebagai aktor utama skandal mafia yang nilainya mencapai miliaran rupiah itu. Bahkan Koalisi menuding polisi "bermain" dalam kasus ini.

“Sepertinya ada skenario yang disiapkan untuk menutupi kasus ini," ujar Taufik Basari, juru bicara Koalisi, kepada Tempo tadi malam. Koalisi merupakan wadah sejumlah lembaga pegiat antikorupsi, seperti Indonesia Corruption Watch, Masyarakat Transparansi Indonesia, dan Transparency International Indonesia. "Kalau penyidik memahami pentingnya Gayus, mereka seharusnya menggali terus apa yang diketahui Gayus soal permainan pajak ini."

Taufik mengungkapkan hal itu menanggapi pernyataan Pia Akbar Nasution, anggota tim pengacara Gayus, yang berkaitan dengan dugaan mafia hukum dan mafia pajak Gayus. Kemarin Pia menyatakan sudah tiga bulan kliennya itu tak dimintai keterangan oleh polisi. “Terakhir, Gayus diperiksa pada awal puasa--pertengahan Agustus. Sejak itu, polisi tak pernah meminta keterangan dia lagi,” katanya.

Lamanya penyidik tak memeriksa Gayus dinilai oleh Koalisi sebagai sebuah ketidakwajaran. Sebagai pembanding, dalam persidangan mafia hukum dengan terdakwa Haposan Hutagalung, Jumat lalu, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Susno Duadji menyebutkan adanya batasan waktu dalam penanganan sebuah kasus di kepolisian. “Tiga puluh hari untuk menyelesaikan kasus skala kecil, 60 dan 90 hari untuk kasus skala sedang dan besar,” katanya. “Sedangkan untuk skala sangat besar, butuh waktu hingga 120 hari.”

Hingga saat ini, kata Pia, mereka masih menunggu kejelasan proses hukum kasus mafia pajak Gayus yang kini ditangani polisi. Kalau memang polisi tidak mampu mengungkapnya, ia berharap kasus ini segera dilimpahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi, seperti yang belakangan disuarakan berbagai kalangan. “Toh, Gayus juga bersedia membuka kasus ini ke KPK."

Pia menegaskan, Gayus memiliki dokumen penyuapan berupa surat-surat dari sejumlah perusahaan yang pernah ditanganinya. Surat-surat itu dikirim saat yang bersangkutan masih menjadi pegawai Direktorat Jenderal Pajak.

Pia menyatakan siap memberikan data dan dokumen itu bila diundang dalam gelar perkara Gayus yang akan dilaksanakan polisi besok. Namun harapannya itu belum kesampaian. “Belum ada undangannya,” katanya, Sabtu lalu.

Menurut rencana, besok kepolisian memang akan melakukan gelar perkara kasus Gayus dan mengundang sejumlah lembaga. Antara lain KPK, Satuan Tugas Anti-Mafia Hukum, Kejaksaan Agung, Komisi Kepolisian Nasional, dan Direktorat Jenderal Pajak.

Kepala Bareskrim Ito Sumardi belum bisa dimintai konfirmasi ihwal lamanya Gayus tak diperiksa dalam kaitan dengan mafia pajak dan gelar perkara besok. Sambungan telepon dan pesan pendek yang dikirim Tempo tak ditanggapi sama sekali.

CORNILA DESYANA | FEBRIYAN

http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2010/11/29/brk,20101129-295168,id.html

KORAN TEMPO : 3 Bulan Polis diduga tak periksa Gayus

KOMPAS : Gelar Perkara Perlu Libatkan Ditjen Pajak