Senin, 29 November 2010

KPK Telusuri ATASAN Gayus

KPK Telusuri Atasan Gayus

Sabtu, 27 November 2010 | 08:15 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru terpilih, Busyro Muqoddas, menyatakan penyidik komisi antikorupsi akan menelusuri atasan tersangka mafia pajak Gayus H. Tambunan. Tindakan itu dilakukan karena Gayus tak mungkin melakukan aksinya sendiri.

"Di atas Gayus itu siapa, apakah Gayus bermain sendiri?" kata Busyro di kantornya kemarin. Menurut dia, struktur pemerintahan di negeri ini, pegawai bawahan tak akan mengambil tindakan penting tanpa setahu dan seizin atasannya. "Dan di atas (Gayus) ini menarik untuk ditelusuri," katanya.

Gayus adalah mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak golongan III-A dengan penghasilan Rp 9-12 juta sebulan. Namun ia memiliki rekening puluhan miliar rupiah, yang diduga berasal dari setoran perusahaan wajib pajak yang ditanganinya. Tiga di antaranya, menurut pengakuan Gayus, adalah perusahaan milik Grup Bakrie. Namun Nirwan Bakrie, yang mewakili keluarga Bakrie, membantah ucapan Gayus tersebut. Kini kasus ini masih ditangani Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI.

Untuk membongkar jejaring mafia pajak di belakang Gayus, kalangan pegiat antikorupsi, pengamat, praktisi hukum, dan politikus mendesak agar KPK mengambil alih penanganan kasus itu. Namun, hingga kemarin, lembaga itu masih menunggu langkah kepolisian.

"Dari dulu, KPK siap. Kalau Polri siap membagi kasus, itu bagus," kata Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto kemarin. Menurut dia, kejelasan KPK menangani bagian mana dari kasus Gayus akan terjawab pada Selasa depan setelah menggelar perkara dengan Bareskrim Mabes Polri. Setelah pertemuan itu, kata Bibit, "Akan jelas siapa menangani apa."

Berkaitan dengan penanganan kasus Gayus, kemarin KPK menerima Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum.
Menurut Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah, pertemuan tersebut merupakan ajang bertukar informasi.

Sekretaris Satuan Tugas Denny Indrayana menyatakan hingga kini asal-muasal duit di rekening Gayus yang jumlahnya miliaran rupiah itu masih simpang-siur. Pengusutan tuntas kasus Gayus, kata Denny, mendesak dilakukan. "Agar tak terjadi fitnah," ujarnya.

Direktur Humas Direktorat Jenderal Pajak Iqbal Alamsyah mengatakan pihaknya siap membantu rencana KPK mengusut atasan Gayus. "Iya, dong (kami siap). Selama ini kami juga sudah transparan," katanya tadi malam.

Dalam kasus ini, selain Gayus, dua pegawai pajak yang sudah menjadi tersangka adalah Humala Napitupulu (kolega Gayus) dan Maruli Pandapotan Manulung (atasan Gayus). Mereka menjadi tersangka kasus pajak PT Surya Alam Tunggal. Namun, menurut Indonesia Corruption Watch, masih ada lagi dua atasan Gayus yang layak dijerat.

Sebelumnya, KPK menegaskan siap menangani kasus suap Gayus Halomoan Tambunan. “Dari dulu KPK siap, kalau Polri siap membagi kasus, itu bagus,” kata Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto, kemarin.

Menurut Bibit, kejelasan KPK menangani kasus Gayus akan terjawab Selasa pekan depan setelah paparan dengan Badan Reserse Kriminal di Mabes Polri. Setelah pertemuan itu, kata Bibit, “Akan jelas siapa menangani apa.”

Saat ini KPK mengambil posisi mensupervisi penanganan kasus Gayus oleh Polri. Penanganan kasus itu oleh polisi baru sebatas Gayus menyuap penyidik dan hakim, serta kasus penyuapan penjaga rumah tahanan. Adapun soal Gayus menerima suap dari sejumlah perusahaan belum disentuh polisi.

Saat bertemu KPK, Denny Indrayana mendukung agar kasus Gayus sebagai penerima suap juga dituntaskan.
Hingga saat ini, kata dia, muasal duit di rekening Gayus masih simpang-siur. “Agar tak terjadi fitnah,” ujarnya.

Gayus mengaku pernah menangani masalah pajak 149 perusahaan, termasuk grup Bakrie. Pengakuan Gayus itu dibantah Grup Bakrie. Polisi sudah menyita harta milik mantan pegawai golongan III A Direktorat Jenderal Pajak itu, sejumlah Rp 74 miliar. Harta berupa uang dollar dan sejumlah emas batangan ini disita dari safe deposit box Gayus. Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri juga menyita rumah mewah dan mobil milik Gayus. Polisi menyita harta itu karena diduga berasal dari hasil korupsi.

Pekan depan, ketiga barang bukti itu akan digunakan dalam gelar perkara antara Kepolisian Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan Agung, dan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum.

MUNAWWAROH | ANTON SEPTIAN | FEBRIANA FIRDAUS | DWI WIYANA

 http://www.tempointeraktif.com/hg/fokus/2010/11/27/fks,20101127-1604,id.html

KPK - Kasus GAYUS

10 Alasan KPK Layak Ambil Alih Kasus Gayus

Minggu, 21 November 2010 | 15:40 WIB

Febrydiansyah koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) divisi Hukum (Kiri) dan Donald Fariz Peneliti ICW saat konfrensipres di kantor ICW, Jakarta. TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi kembali didesak mengambil alih kasus terdakwa mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan. Kali ini desakan datang dari pegiat antikorupsi Indonesia Corruption Watch.

"(Sebab) ada sejumlah kejanggalan dalam penanganan kasus Gayus, membuktikan syarat pengambilalihan kasus oleh KPK terpenuhi," ujar Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Febri Diansyah dalam konferensi pers di kantornya, Ahad (21/11).

Menurut dia, dalam Undang-undang KPK pasal 9, ada tiga alasan yang bisa digunakan lembaga antikorupsi itu untuk mengambil alih kasus dari Kepolisian dan Kejaksaan. Pertama, jika penanganan korupsi justru melindungi koruptor yang sesungguhnya. Kedua, kalau penanganannya malah mengandung unsur korupsi. Terakhir, bila penanganan tersebut sulit dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan.

"Kalau masih ditangani Kepolisian, pasti kemungkinan besar hanya menangkap teri dan melepas paus. Karena jaringnya memang cuma disiapkan untuk menangkap teri," ucap Febri, bertamsil.

Ia meminta KPK pun tak bersikap manja dan hanya menunggu Kepolisian menyerahkan kasus tersebut. "Kalau diserahkan ke Kepolisian, itu sama saja bohong, berarti KPK berkontribusi membiarkan mafia menang. Bazooka KPK jangan hanya disimpan di gudang tapi harus digunakan," katanya.

Peneliti Hukum ICW Donal Fariz membeberkan, ada sepuluh kejanggalan di sekitar pengusutan Gayus. Yang pertama, Gayus cuma dijerat dengan kasus PT SAT dengan kerugian negara Rp 570,95 juta, bukannya masalah utama, yakni kepemilikan rekening RP 28 miliar. Kedua, polisi sudah menyita safe deposit Gayus yang nilainya Rp 75 miliar, tetapi tak jelas pengusutannya hingga kini. 

Lantas, polisi belum juga memproses tiga perusahaan Bakrie, yakni Kaltim Prima Coal, Arutmin, dan Bumi Resources. Padahal dalam sidang dan Berita Acara Pemeriksaannya, Gayus telah mengakui menerima US$ 3 juta untuk mengurus masalah pajak tiga korporasi itu. "Alasan kepolisian terkesan mengada-ada, misalkan tentang belum cukupnya alat bukti. Mestinya kesaksian Gayus sudah menjadi alat bukti sah di mata hukum," tuturnya.

Keempat, polisi tampaknya melokalisir kasus hanya sampai perwira menengah, yakni Kompol Arafat dan AKP Sri Sumartini. "Aneh sekali, semakin kuat kita menyimpulkan bahwa oknum polisi terlibat, ada upaya melindungi petinggi polisi," ujarnya.

Donal pun menilai aneh perihal personil Direktorat Jenderal Pajak yang telah menjadi tersangka, yakni Humala Napitupulu dan Maruli Pandapotan Manulung. Seharusnya atasan mereka, setidaknya Kepala Sub Direktorat Pengurangan dan Keberatan Johny Marihot Tobing serta Direktur Keberatan dan Banding Bambang Heru Ismiarso, juga diusut keterlibatannya.

Keenam, Juni lalu Markas Besar Kepolisian menetapkan Jaksa Cyrus Sinaga dan Poltak Manulang sebagai tersangka kasus suap dalam penggelapan pajak, tetapi status Cyrus mendadak berubah menjadi saksi. 

Ketujuh, Kejaksaan Agung lantas malah melaporkan Cyrus ke kepolisian terakit bocornya rencana penuntutan, bukan karena dugaan suap dan penghilangan pasal korupsi plus pencucian uang dalam dakwaan. "Langkah ini diduga sebagai siasat melokalisir permasalahan dan mengorbankan Cyrus sendiri," ucapnya.

Kedelapan, Direktorat Pajak terkesan enggan memeriksa ulang pajak perusahaan yang diduga menyuap Gayus. Alasannya, mereka menunggu novum alias bukti baru. 

Kejanggalan kesembilan, Gayus bisa seenaknya keluar dari tahanan dan plesir ke Bali memakai identitas palsu. "Ini menunjukkan polisi tidak serius mengungkap kasus, dan Gayus memiliki posisi tawar kuat kepada pihak yang pernah menerima suap atau servisnya saat menjadi pegawai Pajak," tutur Donal. Dan yang terakhir, polisi berkukuh menolak kasus Gayus diambil alih KPK.

BUNGA MANGGIASIH
http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2010/11/21/brk,20101121-293223,id.html

Jumat, 26 November 2010

Jhonson Panjaitan Pengacara Humala Tantang Polisi Pelapor Bersaksi di Pengadilan

Kamis, 25/11/2010 22:08 WIB
Sidang Mafia Pajak
Pengacara Humala Tantang Polisi Pelapor Bersaksi di Pengadilan 
Ari Saputra - detikNews
Jakarta - Pengacara terdakwa mafia pajak Humala Napitupulu menantang polisi yang melaporkan Humala untuk bersaksi di pengadilan. Sebab, menurut Johnson, sudah 2 kali sidang permulaan, si pelapor tersebut tidak terlihat batang hidungnya.
"Itu perintah KUHAP bukan saya. Perintah KUHAP itu, saksi pelapornya harus yang diperiksa pertama. Pertanyaan saya, saksi pelapor kok langsung dibuat BAP penyumpahan? Maksudnya supaya nggak datang, begitu?" kata pengacara Humala, Johnson Panjaitan usai bersidang di Pengadilan Negeri Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (25/11/2010).

Humala merupakan rekan Gayus saat menelaah komplain pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT). Keduanya menyetujui pembatalan pembayaran pajak sebesar Rp 590 juta. Persetujuan itu lalu disodorkan ke Maruli Manurung, Bambang Heru Ismiarto hingga yang tertinggi, ditandatangani Dirjen Pajak saat itu, Darmin Nasution.

"Kalau Polri tidak dihadirkan, saya berkelahi dulu, panggil paksa. Supaya kita tahu institusi ini patuhi hukum atau tidak. Panggil paksa dulu kalau ditunjuk nggak bisa, umumkanlah kepada rakyat bahwa penegak hukum tidak bisa menyentuh orang-orang yang bertanggung jawab dalam kasus ini," tegas Johnson.

Dalam 2 kali sidang, jaksa menghadirkan petugas pajak yang mengurus persoalan pajak PT SAT. Kemudian dari juga saksi dari PT SAT yang saat kasus ini muncul beroperasi di daerah Sidoarjo, Jawa Timur.

"Saya tidak tahu saksi pelapor bagian dari tim independen atau bukan.
Tapi kalau itu bagian dari tim independen terlihat betul titik orang dan titik tim yang membelokkan persoalan ini," ucap Johnson bersemangat.

(Ari/rdf)
http://www.detiknews.com/read/2010/11/25/220823/1502745/10/pengacara-humala-tantang-polisi-pelapor-bersaksi-di-pengadilan

Selasa, 23 November 2010

Surat keluarga ke Media

Humala Napitupulu, Mafia Pajak Salah Tangkap
Minggu, 21 November 2010 , 14:20:00 WIB
RMOL. Saya mewakili keluarga besar daripada Humala Napitupulu yang terdakwa kasus berjudul besar yaitu MAFIA pajak, memohon dan mengajak bapak/ibu yang terhormat, yang telah mengabdi untuk suatu kebenaran berita tanpa melihat pamrih demi suatu KEJUJURAN terhadap publik untuk melihat dan mewartakan kasus yang boleh saya bilang dalam prosesnya terlalu LAMBAT dan lagi SALAH TANGKAP.

Judul yang diberikan oleh pemerintah terhadap kasus ini sangatlah besar tapi bertolak belakang dengan respons dan hasil yang diberikan, bahkan sangat menjadi mengenaskan dalam proses penegakannya pun di era modern tahun 2010 ini di Indonesia.

Seorang MAFIA PAJAK hendak digambarkan dan dibentuk ke dalam sosok HUMALA NAPITUPULU, seorang karyawan yang telah mengabdi kurang lebih 12 tahun menjadi PNS di lingkungan kerja Direktorat Jenderal Pajak.

Selama 12 tahun itu pula kekayaan yang dia miliki hanyalah sebuah keluarga kecil bahagia seperti idaman rakyat kecil bangsa kita dalam seorang istri dan saat ini dua orang anak perempuan yang tengah diungsikan ke Surabaya karena takut akan Judul Perkara "MAFIA PAJAK" yang sedang di kambing hitamkan ke orangtua mereka.

Kekayaan materialnya pun sangatlah wajar sekali sebagai seorang PNS dengan golongan 3D saat ini yang telah mengabdi selama 12 tahun dari lulusan S2 Unair Surabaya, yakni: sebuah rumah tipe 68 yang masih HARUS di-CICIL selama 12 tahun di Serpong BSD, sebuah mobil Toyota Avanza yang masih HARUS di-CICIL selama dua tahun lebih lagi, sebuah sepeda motor Honda Legenda.

Saya memohon dan mengajak dalam mengetuk pintu hati nurani bapak/ibu yang telah mengabdi dalam KEJUJURAN BERITA untuk kiranya berkenan mewartakan ini kepada masyarakat dengan sejujur-jujurnya, mengingat tak banyak pula dari rekan-rekan anda yang dapat melanggar sumpah pengabdian karir mereka dalam kejujuran berita.
HUMALA NAPITUPULU TIDAK BERSALAH, HUMALA NAPITUPULU BUKAN MAFIA PAJAK, pengabdiannya di-adili. Semoga Tuhan yang kita percaya dalam iman dan kehidupan kita menyertai kita.

Sebagai informasi, jadwal sidang terdekat terhadap Humala Napitupulu kembali digelar Rabu (24/11) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada pukul 10.00 WIB. Pelaksanaan sidang terakhir sangatlah mengenaskan, dari jadwal pukul 10.00 WIB baru dimulai pukul 14.30 WIB dengan seorang fotografer sniper yang selama lebih 30 menit mengambil gambar Humala Napitupulu yang sedang bercanda mengatasi kebosanan di ruang sidang.

Pihak keluarga Humala Napitupulu,

koreksi : jadwal sidang minggu ini, Kamis 25 November 2010 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Sabtu, 20 November 2010

Kliping Berita Perkara PT SAT - Sidoarjo

Polhukam

Gayus Diminta Buat Laporan Palsu oleh Tim Polisi
Senin, 25 Oktober 2010 - 14:03 wib
http://news.okezone.com/read/2010/10/25/339/386124/339/gayus-diminta-buat-laporan-palsu-oleh-tim-polisi
Siti Ruqoyah - Okezone
JAKARTA - Tim independen Mabes Polri tidak menemukan kesalahan dalam berkas kerja pemeriksaan wajib pajak yang dilakukan Gayus Tambunan. Akhirnya, Gayus mengaku dirinya diminta membuat laporan palsu untuk memenuhi laporan pemeriksaan.

Hal tersebut disampaikan Gayus usai mendengarkan keterangan saksi Fajar Adi Prabowo, yang merupakan rekan satu tim Gayus di Dirjen Pajak.

“Itu adalah introducing dari Pak Mahendra saja selaku tim penyidik independen. Terus terang saya sama dengan Hakim Asnun yang berkas pajak dikerjain sama Tim Independen,” ujarnya kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (25/10/2010).

Gayus menerangkan, dirinya disuruh oleh Tim Independen untuk mengakui agar orang-orang pajak juga ada yang melakukan penggelapan pajak sama seperti dirinya.

“Awalnya saya disuruh untuk mengakui dan bilang bahwa urusan wajib pajak yang terlilit itu perintah Maruli supaya ada orang pajak yang masuk juga,” ujar Gayus.

Terkait dengan penggelapan perusahaan yang terlilit pajak, Gayus mengakui bahwa memang pegawai pajak sering mengurus agar tidak terkena masalah.
“Kasus penggelapan ini sudah jadi kasus biasa di pegawai pajak,” ucapnya.(lsi)

Kliping - Berita seputar Perkara PT. SAT - Sidoarjo

Orang tua humala berjuang demi kebenaran dan keadilan

Pengacara Jhonson Panjaitan dan partners

Jaksa Penuntut Umum dan Hakim

rumah humala

rumah humala