Sabtu, 11 Desember 2010

Perbedaan Gayus - Humala

Kamis, 09/12/2010 13:26 WIB
Mafia Pajak
Keserakahan Gayus dan Kesederhanaan Humala 
Ari Saputra - detikNews

http://www.detiknews.com/read/2010/12/09/132657/1514372/10/keserakahan-gayus-dan-kesederhanaan-humala

Jakarta - Gayus Tambunan mewakili keserakahan seorang pegawai pajak. Dia mengaku 'nyambi' dengan mereview laporan tahunan para wajib pajak dan mendapat imbalan puluhan miliar rupiah. Padahal, pendapatan normal Gayus sebagai pegawai pajak diatas rata-rata PNS pada umumnya. Itu belum termasuk pendapatan istrinya, Milana yang juga bekerja di Pemprov DKI Jakarta.

"Ya namanya rezeki," ucap Gayus santai, saat menjawab pertanyaan hakim di persidangan beberapa waktu lalu. Saat itu, hakim menanyai alasan Gayus 'membantu' perusahaan wajib pajak.

Godaan bekerja di Ditjen Pajak memang sangat besar. Jarang yang tidak tergiur. Rekan Gayus di Ditjen Pajak, yang juga jadi terdakwa, Humala Napitupulu, mengakui hal itu. Di lembaga yang merupakan sumber utama keuangan negara itu, Humala menyebut para pegawainya dekat dengan kekuasaan. Relasi itu yang mendorong jejaring mafia subur di institusi pajak.

"Mafia pajak dekat dengan kekuasaan dan uang. Mafia menggerogoti di lembaga sumber perekonomian negara, Ditjen Pajak. Ada simbiosis mutualisme antara pegawai pajak dan wajib pajak," ungkap Humala.

Kendati memiliki kesempatan serupa, jalan yang dipilih Humala berbeda dengan Gayus. Bila Gayus lebih suka bergelimang harta, Humala memilih jalan sederhana.

Gayus berumah mewah di Kelapa Gading, sementara Humala masih nyicil rumah sederhana di Serpong, Tangerang. Bila Gayus memiliki kendaraan mewah dan nyaman, Humala hanya menyicil Daihatsu Xenia dari gajinya. Bila Gayus menyogok petugas Rutan Brimob Salemba hanya karena ingin bertemu petenis favoritnya di Bali, Humala memilih bersabar ditahanan yang toiletnya sering mampet dan berdesakan dengan tahanan kriminal.

Kenapa Humala memilih jalan itu?

"Saya takut untuk berbuat. Ada tawaran. Para wajib pajak sudah tahu saya menolak. Secara pendapatan, saya cukup. Saya dan istri bekerja. Itu sudah lebih dari cukup untuk menghidupi keluarga kami. Saya bersyukur," kata Humala.

Dua wajah di lingkungan pajak ini sangat kontras, hitam dan putih. Pertanyaanya, bila semua pegawai pajak dijejer wayang, lebih banyak mana wajah-wajah seperti Gayus atau Humala?

"Saya tidak mau mengatakan. Biarlah metodologi peradilan mengungkap para koruptor di Ditjen Pajak. Itu yang harus dilakukan. Kata kuncinya, periksa hingga ke pejabat pajak, hingga ke direktur, hingga ke Dirjen.
Jangan hanya bawahan saja," protes Humala.

(Ari/gun)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar