Rabu, 02 Februari 2011

KETERANGAN SAKSI - SAKSI = kasus humala memang SARAT REKAYASA!?!

Fakta sidang (Keterangan saksi – saksi):

  1. saksi pelapor : Drs. Firly, Msi, (pada sidang tgl. 11 Januari 2011)
Drs. Firly, MSi adalah mantan Wakapolres Metro Jakarta Pusat , mantan Kapolres Brebes dan yang sekarang yang berkantor Di Bareskrim Mabes sejak tanggal 05April 2010) yang  juga merupakan penyelidik yang tergabung dalam Tim Independen  untuk menangani skandal pajak dan juga menjadi Tim Penyidik yang HANYA untuk 3 kasus : Gayus Tambunan, Haposan Hutagalung, dan Muhtadi Asnun dan BUKAN  Tim Penyidik untuk kasus Humala Napitupulu,
tetapi menjadi saksi fakta (menandatangani BAP yang melaporkan terdakwa Humala) dalam kasus Humala Napitupulu
    1. Saksi pelapor, Drs. Firly, Msi,  HANYA melaporkan Maruli Pandapotan  Manurung dan Bambang Heru Ismiarso (Direktur Keberatan dan Banding ) terkait dengan dugaan tindak korupsi dalam penanganan kasus pajak PT SAT.

    1. Saksi pelapor, Drs. Firly, Msi, belum kenal dan belum pernah bertemu dan baru pada sidang ini bertemu dengan Humala Napitupulu (terdakwa)

    1. Saksi pelapor, Drs. Firly, Msi TIDAK PERNAH melaporkan Humala Napitupulu sebagai tersangka yang sekarang menjadi terdakwa.

    1. Saksi pelapor, Drs. Firly, Msi TIDAK TAHU keterlibatan Humala Napitupulu (terdakwa) dalam kasus mafia pajak tetapi menandatangani BAP sebagai saksi pelapor yang menyatakan Humala Napitupulu sebagai tersangka.

    1. Saksi pelapor, Drs. Firly, Msi TIDAK TAHU mengapa Bambang Heru Ismiarso yang dilaporkan sebagai tersangka kemudian berubah menjadi Humala Napitupulu yang sekarang  menjadi tersangka dan terdakwa.

    1. Saksi pelapor, Drs. Firly, Msi menyatakan jabatan Humala Napitupulu sebagai Kepala Seksi.

    1. Saksi pelapor, Drs. Firly, Msi menyatakan bahwa keterlibatan Humala sebaiknya ditanyakan kepada Tim penyidik yang diketuai Sang Made Mahendara Jaya (Konbes Pol Drs. SM. Mahendra Jaya) karena itu bukanlah domain saksi Pelapor, Drs Firly, Msi karena saksi pelapor Drs. Firly, Msi, hanyalah penyelidik yang tergabung dalam Tim Independen  untuk menangani skandal pajak dan juga menjadi Tim Penyidik yang HANYA untuk 3 kasus : Gayus Tambunan, Haposan Hutagalung, dan Muhtadi Asnun  dan BUKAN Tim Penyidik untuk kasus Humala Napitupulu, tetapi menjadi saksi fakta / saksi pelapor dalam kasus Humala Napitupulu sebagai tersangka dan sekarang terdakwa.

    1. Saksi pelapor, Drs. Firly, Msi menyatakan bahwa keterlibatan Humala berdasarkan BAP Gayus Tambunan, BAP Bambang Heru Ismiarso tertanggal 12 April 2010, hasil keterangan Tim Penyidik SM Mahendra Jaya   dan bukan hasil penyelidikan saksi pelapor, Drs. Firly, Msi

    1. Saksi pelapor, Drs. Firly, Msi menyatakan bahwa modus operandi pada kasus PT SAT adalah pengabaian data tentang akta jual beli 05 Juni 1995 yang mana akte perikatan jual belinya tanggal 31 Desember 1994 berdasarkan hasil interogasi kepada Gayus Tambunan yang tidak ada rekamannya dan tidak dicatat dalam hasil penyelidikan saksi pelapor, Drs. Firly, Msi. Dikatakan oleh saksi pelapor, Drs. Firly, Msi  “tetapi mungkin ada di penyidik” (tim penyidik yang diketuai Kombes Pol. Drs. SM Mahendra Jaya).

    1. Saksi pelapor, Drs. Firly, Msi menyatakan: tidak tahu Akte Jual Beli Juni 1995, Penyidik dapat dari wajib pajak dan tidak tahu bagaimana cara penyidik dapat Akte Jual Beli Juni 1995 tersebut.

  1. Gayus Tambunan (pada sidang tgl 3 Januari 2011)
    1. Gayus menyatakan Pelaksana (Gayus)  dan Penelaah Keberatan (Humala/terdakwa) adalah sederajat dan sama – sama paling bawah. Karena Penelaah Keberatan  adalah Pelaksana juga (Pelaksana Penelaah adalah bagian dari Pelaksana ) dan memiliki tugas yang sama, yaitu meneliti dan memproses permohonan keberatan Wajib Pajak sampai membuat konsep laporan keberatan.

    1. Gayus menyatakan bahwa hanya dirinyalah yang pertamakali memegang berkas permohonan keberatan PT. Surya Alam Tunggal (PT.SAT) pada tahun 2007 senilai Rp. 429.200.000 yang mana hal keberatan itu adalah keberatan atas koreksi Tim Pemeriksa dari Kantor Pajak Kanwil Jatim yang menetapkan PPN terhutang sebesar Rp. 290.000.000 atas transaksi penjualan aktiva tetap (aset = mesin, tanah, bangunan) milik PT. SAT  kepada PT. SAA (PT.Surya Adikumala Abadi) pada tahun 2004.

    1. Gayus menyatakan bahwa dirinyalah yang melakukan penelitian sampai membuat konsep laporan penelitian keberatan atas permohonan keberatan pajak dari PT Surya Alam Tunggal Sidoarjo pada tahun 2007 atas permohonan Keberatan senilai Rp. 429.200.000 dan  BUKAN Humala (terdakwa)

    1. Gayus menyatakan bahwa dirinya di BAP menjadi saksi atas terdakwa Humala BARU dimulai dan hanya 1 (satu) kali  pada saat menjelang diserahkannya P21

    1. Gayus menyatakan bahwa dirinya TIDAK PERNAH diperiksa sebagai saksi atas terdakwa Bpk. Bambang Heru Ismiarso (Direktur Keberatan dan Banding saat itu) dan Bpk. Jhony Marihot Tobing (Kepala Sub Direktorat/Kasubdit Pengurangan & Keberatan saat itu). Dirinya (Gayus) hanya diperiksa sebagai saksi atas terdakwa Humala Napitupulu dan terdakwa yang lainnya yaitu Maruli Pandapotan Manurung (Kepala Seksi saat itu)

    1. Gayus menyatakan bahwa dirinya dulu (saat diinterogasi oleh Tim Penyidik Tim Independen) diminta untuk bertindak kooperatif kepada Tim Penyidik Tim Independen untuk menjerat Bambang Heru Ismiarso atasannya / Direktur Keberatan dan Banding saat itu.

    1. Gayus menyatakan bahwa dirinya  pernah mengatakan kepada tim penyidik (Tim Independen) bahwa hal permohonan keberatan PT . SAT yang telah disetujui sampai terbit surat Keputusan Direktur Jendral Pajak sesungguhnya telah berjalan secara fair prosesnya akan tetapi dapat dipakai sebagai cara untuk menjerat atasannya Bambang Heru  Ismiarso dan Gayus menyatakan dirinya mau mengikuti skenario apapun yang ditentukan oleh penyidik untuk menggunakan kasus PT.SAT ini dalam rangka membantu keinginan Tim Penyidik / Tim Independen yang bermaksud  menjerat Bambang Heru Ismiarso ditambah lagi bahwa dirinya/Gayus menyatakan sakit hati terhadap Bambang Heru Ismiarso karena kenaikan pangkatnya tidak diproses dan dirinya/Gayus dipindahkan/dinonjobkan karena kasus Tangerang. Oleh karena itu Gayus mau menandatangani kesaksian sesuai BAP yang dibuat Tim Penyidik Tim Independen untuk menjerat atasan-atasannya dan kemudian mencabut BAP tersebut pada sidangnya, sidang yang mendudukan dirinya/Gayus sebagai terdakwa atas 4 dakwaan yang salah satunya adalah dakwaan terkait kasus pajak  PT SAT.

    1. Gayus menyatakan bahwa alasan dia  mencabut keterangannya dalam BAP (tentang kasus PT.SAT) yang disusun dalam rangka untuk membantu Tim penyidik Tim Independen yang berkeinginan menjerat Bambang Heru Ismiarso tersebut adalah:
    1. karena kasus pajak PT.SAT itu sudah benar baik proses maupun keputusannya dan juga  telah disetujui sampai dengan Direktur Jendral Pajak dan telah terbit SKnya
    2. hal keberatan PT SAT ini sudah sesuai dengan UU PPN 1994 pasal 16 D
    3. BAP tersebut  disusun dalam rangka menjerat Bambang Heru Ismiarso melalui Maruli Pandapotan Manurung. Dalam laporan polisi yang dibuat oleh penyidik, dirinyalah (Gayus) saksi yang memberatkan Maruli dan dia mau melakukannya karena dirinya (Gayus) dijanjikan ini untuk menjerat Bambang Heru Ismiarso dan Maruli Pandapotan Manurung dan bukan dirinya (Gayus)  dan Humala (terdakwa). Sehingga dirinya (Gayus) bersedia memberikan apapun keterangan yang dimau penyidik
    4. karena ternyata  sampai dengan dirinya (Gayus) memberikan keterangan pada sidang terdakwa Humala  tanggal 3 Januari 2011 atasannya Bambang Heru Ismiarso tidak pernah didudukkan sebagai tersangka melainkan justru Humala Napitupulu yang tidak berdosa dan tidak bersalah ini.

    1. Gayus menyatakan bahwa salah satu sumber yang menyebabkan tabungannya bengkak dan yang dikatakan orang-orang jumlahnya sangat banyak itu salah satunya dari Grup Bakrie dan tidak ada yang dari kasus pajak PT. SAT dan dari Grup Bakrie dan dari yang lain-lain tersebut, Humala/terdakwa tidak terkait sama sekali.

    1. Gayus menyatakan bahwa dasar pemeriksaan (dasar hukum) permohonan keberatan PT. SAT yang disertakan/digunakan dokumen yang ada, dalam laporan pemeriksaan pajak,  kertas kerja pemeriksaan pajak dan semua dokumen yang terkait, tim pemeriksa dari Kantor Pajak Kanwil Jatim hanya menggunakan dasar hukum PPN pasal 16 dan pada permohonan keberatan ke Kantor Pusat (laporan penelitian keberatan) adalah juga hanya pasal 16 D UU PPN 1994 sttd UU PPN Nomor 18 Thn 2000. Adanya PP 50, dan SE 01 secara tiba-tiba yang memunculkan adalah Pemeriksa Mabes Polri dan Tim Penyidik Mabes Polri.

    1. Gayus menyatakan bahwa UU PPN 1994 Pasal 16D, PP-50 dan  SE-01 esensinya sama yaitu : terutang pajak jika terdapat pajak masukan yang dapat dikreditkan yang dapat dibayar pada saat perolehan, dapat dikreditkan. Hal tersebut merupakan  syaratnya dan harus dilihat apakah syarat-syarat itu terpenuhi atau tidak. Dalam kasus PT SAT syarat tersebut tidak terpenuhi. Karena tidak ada PPN yang dibayar oleh PT. SAT pada saat perolehannya aktiva tersebut (pada saat perolehan = pada saat PT. SAT membelinya dulu dari PT.SAA pada tahun1994) sehingga dengan demikian penyerahan aktiva/penjualan aktiva yang dilakukan PT SAT kepada PT. SAA pada tahun 2004 tidak terutang PPN.

    1. Gayus menyatakan bahwa dasar yang digunakan Tim Pemeriksa adalah UU PPN Pasal 16 D dengan demikian  diperpajakan jika pasalnya sudah jelas, dikatakan aturan turunan sehingga SE, PP, tidak digunakan karena UUnya sudah tidak multitafsir. UU PPN pasal 16 D sudah diterjemahkan , syarat pasal 16 D terdapat pajak masukan yang dibayar pada saat perolehan dapat dikreditkan.

    1. Gayus menyatakan penggunaan PP 50 tidak tepat karena disitu terdapat tentang fasilitas penangguhan sedangkan PT. SAT tidak mendapatkan fasilitas penangguhan tersebut melainkan PT. Surya Adi Kumala Abadi (PT.SAA) yang mendapatkan fasilitas penangguhan sehingga PP-50 tersebut tidak tepat digunakan dalam kasus pajak PT. SAT.

    1. Gayus menyatakan dalam hal PPN: pembayaran atau penyerahan secara faktual mana yang lebih dulu terjadi itulah yang menjadi objek/menjadi saat terutang PPN.

    1. Gayus menyatakan Dalam akte perjanjian ikatan jual beli  31 Desember 1994 sudah terjadi pembayaran lunas atas pembelian aktiva tersebut (sesuai bunyi pasal 1 akte perjanjian ikatan jual beli 31 Desember 1994 ini dimana disebutkan disana bahwa  akte 31 Desember 1994 menjadi tanda terima / kuitansi yang sah atas transaksi tersebut) , maka 31 Desember 1994 (tanggal perolehan PT.SAT atas aktiva ini) bisa dapat dipastikan tgl sudah terutang PPN . Karena hal tersebut terjadi sebelum 1 Januari 1995 yang mana Pasal 16 D UU PPN 1994 berlakunya mulai 1 Januari 1995, sehingga atas pembelian aktiva 1994 tersebut  menjadi tidak terutang PPN Pasal 16 D UU PPN 1994.

    1. Gayus menyatakan hal diatas (hal pada point o tersebut diatas) semakin diperkuat dengan hasil pemeriksaan / penelitian yang dilakukan Gayus dalam Neraca, SPT Tahunan dan 3 bulan  masa pajak PT SAT dari Desember 1994, Januari 1995, dan Februari 1995, rekening koran, Surat Ketetapan Pajak, Buku Aktiva termasuk juga akte 31 Desember 1994 dimana tidak ada PPN yang dibayar pada saat perolehannya pada tgl. 31 Des. 1994 . Dengan demikian penjualan aktiva (mesin, bangunan, tanah) tersebut dari PT Surya Alam Tunggal (PT.SAT) ke PT. Surya Adi Kumala Abadi (PT.SAA) pada thn 2004 MEMANG BENAR TIDAK TERUTANG PPN  (sesuai dengan syarat formal pada ketentuan Pasal 16 D UU PPN 1994 ). Selain itu dalam perpajakan hal ini sudah kadaluarsa dan sudah dianggap benar keputusannya (inkracht) karena sudah 10 tahun lamanya transaksi jual beli ini terjadi  dari thn 1994 – 2004. Sudah diperiksa semuanya sampai 10 tahun sudah ada ketetapan pajak Tidak ada perubahan. Tidak ada pajak masukan . Tidak ada pajak yang harus dibayar. Tidak bisa berubah pajaknya sudah inkracht.

    1. Gayus menyatakan bahwa dasar penetapan  koreksi Tim Pemeriksa atas hasil pemeriksaannya yang menyatakan PT SAT kurang bayar PPN hanya didasarkan atas hasil asumsi saja bahwa karena PT SAT telah membayar PPN sebesar 190 juta atas sebagian aktiva yang dibelinya (dari total yang terkena PPN, menurut Tim Pemeriksa harusnya PT.SAT membayar PPN senilai 480juta) sehingga PT.SAT dinyatakan oleh Tim Pemeriksa kurang bayar PPN senilai 290juta lagi. Koreksi pemeriksa Kanwil didasarkan karena WP/PT .SAT sdh bayar 190 juta sementara DPPnya (Dasar Pengenaan Pajaknya)  4. 8 milyar. Ini murni alasan Tim pemeriksa hanya itu saja. Karena DPPnya 4,8 milyar maka harus bayar PPN 480juta, dan  PPNnya harusnya bukan dari 1,9 milyar (190 juta).       (**Permohonan Keberatan PT SAT senilai Rp. 429.200.000 yang sudah disetorkan ke negara yang berasal dari =  hasil koreksi Tim Pemeriksa Kanwil Jatim menyatakan PPN kurang bayar Rp. 290.000.000 + Rp 139.200.000 sanksi administrasi)

    1. Gayus menyatakan bahwa dia melakukan penelitian dengan memeriksa lengkap semua dokumen-dokumen terkait dari kantor pajak : baik KPP maupun Kanwil dan juga dari Wajib Pajak / PT.SAT dan mendapati bahwa atas pajak 190juta yang sudah dibayarkan ole PT .SAT seharusnya bukan merupakan kewajiban PT.SATuntuk membayarnya  tetapi merupakan kewajiban PT.SAA yang mendapat fasilitas penangguhan, akan tetapi karena SAT tidak menjadikan itu sebagai objek keberatannya sehingga 190juta tidak dikembalikan kepada PT.SAT dan ini bisa dikatakan menjadi keuntungan Negara.

    1. Gayus menyatakan bahwa baik Wajib Pajak, Tim Pemeriksa, dan Tim Peneliti keberatan kantor pusat (Tim keberatan) sudah sepakat pembeliannya diperoleh tahun1994 berdasarkan akte ikatan jual beli 31 Desember 1994 yang isi aktenya pada pasal 1 menyatakan bahwa akte tersebut menjadi tanda terima pembayaran/kuitansi  yang sah atas aktiva yang dibeli PT. SAT\ dan pemeriksa berpendapat, kalo memang sesuai pasal 16 D jika memang pada saat perolehannya tidak terdapat pajak masukan yang dibayar yang dapat dikreditkan maka seharusnya tidak terutang PPN 16 D. Hasil Penelitian ini disetujui sampai dengan Direktur Jendral Pajak dan telah terbit Keputusannya yang menerima Keberatan PT SAT sampai dengan sekarang tidak ada Koreksi yang membatalkan Surat Keputusan tersebut.

    1. Gayus menyatakan bahwa berdasarkan laporan pemeriksaan pajak dan kertas kerja pemeriksaan pajak yang sudah dirinya teliti sampai Direktur Jendral Pajak teliti, dasar hukum koreksi adalah hanya pasal 16 D saja. Namun dirinya/Gayus tidak mengetahui mengapa, di penyidikan sampai termasuk di persidangan, seluruh anggota tim penyidik termasuk Kakanwil mengatakan dasar hukumnya ditambah dengan pasal PP 50 dan SE 01.

    1. Gayus menyatakan bahwa asal uang Gayus tidak ada yang diperoleh dari masalah penanganan permohonan keberatan pajak termasuk yang salah satunya permohonan keberatan pajak PT. SAT (yang hanya disengketakan sekarang oleh Tim Penyidik Independen dan JPU)

    1. Selama di Keberatan Gayus hanya menangani 10 permohonan  keberatan, dengan 9 permohonan ditolak (salah satu diantaranya justru ditambahin jumlah pajaknya : yaitu Taman Dayu) dan hanya 1 yang diterima yaitu permohonan keberatan PT SAT ini.

    1. Gayus menyatakan sampai dengan hari ini tidak ada SK Pembatalan dari Dirjen Pajak terhadap SK Keputusan Dirjen Pajak yang menerima permohonan keberatan PT. SAT ini.

    1. Gayus menyatakan bahwa jika Wajib Pajak (WP) walaupun di pemeriksaan sudah menyatakan setuju terhadap hasil koreksi Tim pmeriksa  tetap boleh mengajukan keberatan . Dan tetap diperbolehkan juga mengajukan banding walaupun dalam pemeriksaan dan di keberatan telah menyatakan setuju.

  1. Hindarto Gunawan (Direktur PT. SAT)

  1. Rakhmad Gunawan

  1. Bambang Heru Ismiarso

  1. Maruli Pandapotan Manurung

  1. TU DJP

  1. Tim Pemeriksa

  1. Saksi – saksi ahli

1 komentar:

  1. bang humala, yang tegar dan sabar ya...saya tidak bisa membantu banyak kecuali do'a dan harapan agar keadilan benar2 ditegakkan...

    rekan di kanwil jatim I dulu

    BalasHapus