Jumat, 18 Februari 2011

DUPLIK - HUMALA TANGGAL 18 FEBRUARI 2011

Download : Duplik Humala Napitupulu - 18 Februari 2011


Kepada :
Yth. Bapak Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Yth. Bapak Jaksa Penuntut Umum
Yth. Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan segenap peserta sidang yang kami hormati
Pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Jalan Ampera Raya No.133
Jakarta Selatan

Hal : D U P L I K

Perkara Pidana Nomor:
REG PKR : PDS-23/0.1.14/Ft/08/2010

Bersama ini ijinkanlah  kami yang bertanda-tangan di bawah ini terdakwa Humala  Setia Leonardo Napitupulu untuk menyampaikan Duplik sebagai Tanggapan Terdakwa atas Replik Jaksa Penuntut Umum   kepada Yth.Bpk Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang memeriksa dan mengadili perkara ini guna ikut dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan perkara pidana No.REG PKR :PDS-23/0.1.14/Ft/08/2010, yang kami ajukan dalam persidangan pada hari ini Jumat tanggal 18 Februari 2011,  yaitu adanya hal-hal yang kami kemukakan sebagai-berikut di bawah ini :

URAIAN POKOK-POKOK KRONOLOGIS SENGKETA PAJAK-PT. SAT (SURYA ALAM TUNGGAL TAHUN PAJAK 2004):

1.    Bahwa Keputusan Keberatan Hasil penelitian kantor pusat DJP No. KEP-757/PJ.07/2007 tanggal 22/10/2007 adalah menerima keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN Pasal 16 D No.00007/237/04/617/07 tanggal 11 Januari 2007 yang merupakan hasil pemeriksaan pajak tim pemeriksa pajak kanwil jatim II ;

2.    Bahwa sesuai surat keberatan Wajib Pajak yang menyatakan bahwa alasan keberatan Wajib Pajak adalah karena adanya kesalahan pemeriksa dalam menerapkan peraturan perpajakan sehingga seharusnya tidak terutang pajak;

3.    Bahwa alasan keputusan keberatan menerima keberatan Wajib Pajak adalah :
a)      Pembelian asset (bekas pakai) yang dijual PT. SAT (Jenis Usaha : Industri Makanan Beku)  kepada PT. SAA (Jenis Usaha : Industri Makanan Beku) tahun 2004 ternyata dibeli/diperoleh tahun 1994 dari PT. SAA;
b)      Pada saat pembelian tahun 1994 tidak ada PPN yang dibayar oleh PT. SAT (Surya Alam Tunggal) kepada PT.SAA (Surya Adikumala Abadi);
c)      Tidak ada PPN yang dikreditkan atas pembelian aset tahun 1994 oleh PT. SAT;
d)      Tim Pemeriksa Pajak Kanwil Jatim II yang diwakili Sdr. Aprianto menyatakan setuju bahwa keberatan Wajib Pajak diterima sepanjang tidak ada PPN yang dibayar pada saat perolehan. Atas pernyataan tersebut dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan dengan Pemeriksa;

4.    Bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan Keputusan Keberatan PPN Pasal 16 D yang diterbitkan Kantor Pusat Direktur Jenderal Pajak adalah salah, sehingga Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN Pasal 16 D yang diterbitkan dari hasil Pemeriksaan pajak oleh Tim Pemeriksa Pajak kanwil jatim II adalah sudah benar;

5.    Bahwa alasan JPU menyatakan Keputusan keberatan salah karena :
a)        Pembelian aset (bekas pakai) yang dijual oleh PT. SAT kepada PT SAA tahun 2004 ternyata dibeli atau diperoleh tahun 1995, bukannya tahun 1994 sebagaimana disebutkan dalam laporan penelitian keberatan;
b)        Oleh karena diperoleh atau dibeli tahun 1995 tersebut maka seharusnya PT. SAA memungut PPN pasal 16 D dari PT SAT, sehingga PT. SAT seharusnya membayar PPN kepada PT SAA;
c)        Oleh karena seharusnya PT. SAT membayar PPN kepada PT. SAA pada saat pembelian atau perolehan maka seharusnya ketika menjual aset tersebut tahun 2004, PT SAT seharusnya memungut PPN pasal 16 D ke PT SAA;
d)        Oleh karena itu, seharusnya keputusan keberatan kantor pusat atas sengketa PPN Pasal 16 D PT. SAT tahun pajak 2004 adalah menolak;

6.    Menurut Jaksa Pentuntut umum, kekeliruan atau kesalahan keputusan keberatan tersebut disengaja oleh terdakwa dengan tidak melakukan prosedur penelitian dengan benar yang indikasinya menurut JPU adalah :
a)        Tidak meminta tanggapan kepada tim pemeriksa kanwil jatim II;
b)        Tidak meminta uraian pemandangan keberatan kanwil jatim II;
c)        Tidak meminta data kepada Wajib Pajak;
d)        Tidak memeriksa data tambahan yang diterima karena terdakwa sudah tanda tangan atas laporan penelitian keberatan tanggal 09 agustus 2007 tersebut;

7.    Dengan demikian maka Jaksa Pentuntut umum menyatakan  :
Bahwa terdakwa Humala Setia Leonardo Napitupulu, SE, MSi bersalah dalam melakukan tindak pidana korupsi, secara bersama sama melanggar pasal 3 jo. Pasal 18 UU No.31 tahun 1999 jo. UU No.20 tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP karena memperkaya PT. Surya Alam Tunggal dengan menandatangani konsep laporan penelitian keberatan untuk menerima keberatan Wajib Pajak yang keputusannya ditandatangani oleh Dirjen Pajak Darmin Nasution, diparaf oleh Direktur Keberatan dan Banding Bambang Heru Ismiarso dan Kepala Subdit Direktorat Keberatan dan Banding Johnny Marihot Tobing;



MATERI DUPLIK SEBAGAI BERIKUT :

1.      Pernyataan JPU (Jaksa Penuntut Umum) yang menyatakan bahwa langkah terdakwa membandingkan pekerjaan Tim Pemeriksa Kanwil jatim II dengan tim keberatan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak tidak tepat adalah tidak benar dengan alasan sebagai berikut :
a.      Keberatan Wajib Pajak diajukan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
b.      Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah Produk Hukum dari Hasil Pemeriksaan Pajak Kanwil Jatim II;
c.       Sesuai Penjelasan pasal 29 ayat (2) UU No.16 tahun 2000 tentang KUP jo. Pasal 10 huruf c Keputusan Menteri Keuangan No.545/KMK.04/2000 menyatakan Pendapat dan kesimpulan pemeriksa pajak kanwil jatim II harus didasarkan pada temuan / bukti kuat dan berlandaskan ketentuan perpajakan;
d.      Sehingga proses penyelesaian keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang bayar adalah proses menguji apakah surat ketetapan pajak kurang bayar tersebut diterbitkan berdasarkan temuan / bukti kuat dan berlandaskan ketentuan perpajakan atau tidak;
e.      Dengan demikian sangat tepat bahwa langkah terdakwa membandingkan pekerjaan tim pemeriksa kanwil jatim II dengan tim keberatan kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak;

2.      Berdasarkan pernyataan JPU (Jaksa Penuntut Umum), bahwa :
a.      Tim Peneliti keberatan sengaja tidak meminta tanggapan ke kanwil Jatim II adalah tidak benar dengan alasan :
1)      Terdapat bukti berupa : Fotocopy Surat KPP Sidoarjo Timur kepada Kepala Kantor Wilayah DJP Jatim II No.SP-91/WPJ.24/KP.0209/2007 tanggal 05 Pebruari 2007 tentang permintaan tanggapan keberatan atas nama PT. Surya Alam Tunggal;
2)      Terdapat bukti berupa : Fotocoy Surat Direktorat Keberatan dan Banding kepada Kepala Kanwil Jatim II Nomor: S-2704/PJ.071/2007 tanggal 06 Juli 2007 tentang Permintaan Penjelasan atas Hasil Pemeriksaan a.n PT . Surya Alam Tunggal;
3)      Terdapat bukti berupa : Fotocopy Berita Acara Pembahasan antara Peneliti dengan Pemeriksa Pajak;
b.      Tim Peneliti keberatan sengaja tidak meminta uraian pemandangan keberatan ke Kanwil Jatim II adalah tidak benar dengan alasan :
1)      Sesuai SE-15/PJ.45/1996 tanggal 22 April 1996 tentang prosedur penyelesaian atas ketetapan pajak hasil pemeriksaan diketahui :
·         Bahwa yang membuat uraian pemandangan keberatan adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Sidoarjo Timur bukan Kantor Wilayah (Kanwil) Jatim II ataupun Kantor Pusat DJP;
·         Bahwa yang meminta tanggapan adalah Kantor Pelayanan Pajak Sidoarjo Timur bukan Kantor Pusat DJP;
2)      Sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-51/Pj.45/1999 Tentang Percepatan Penyelesaian Keberatan diketahui bahwa uraian pemandangan keberatan sudah tidak perlu dibuat lagi;
3)      Berdasarkan pemeriksaan saksi ahli Wansepta , atas pernyataannya di BAP yang menyatakan bahwa yang berkewajiban membuat uraian pemandangan keberatan adalah Kantor Pusat DJP, sudah dicabut;

3.      Tim Peneliti Keberatan sengaja tidak meminta data kepada Wajib Pajak adalah tidak benar dengan alasan :
  1. Terdapat bukti berupa fotocopy Surat No. S-1753/PJ.071/2007 tanggal 22 Mei 2007 tentang Permintaan data keberatan;
  2. Terdapat bukti berupa fotocopy Surat No.S-2722/PJ.071/2007 tanggal 29 juli 2007 tentang permintaan penjelasan dan data Wajib Pajak ke-2

4.      Tim Peneliti Keberatan tidak memeriksa data tambahan, karena terdakwa sudah tanda tangan atas laporan penelitian keberatan tanggal 09 Agustus 2007, sehingga data tambahan yang dikirim setelah tanggal tersebut tidak dipertimbangkan oleh terdakwa dapat ditanggapi sebagai berikut :
a.      Sesuai Pasal 26 ayat (2) UU KUP menyebutkan bahwa sebelum surat keputusan diterbitkan Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan;
b.      Keputusan keberatan ditandatangani 22 Oktober 2007, sedangkan surat-surat terkait data tambahan tersebut tertanggal atau diterima sebelum 22 Oktober 2007;
c.       Tanggal laporan penelitian keberatan tidak dibuat pada saat final, akan tetapi pada saat masih berupa konsep, dan Karena masih konsep dan masih dalam proses pengajuan dan ada kemungkinan revisi berulang-ulang secara berjenjang maka tanggal laporan penelitian keberatan tidak dapat dijadikan dasar bahwa proses penelitian telah selesai;
d.      Saat menandatangani, data yang digunakan sebagai acuan atau dasar untuk menerima keberatan Wajib Pajak telah diterima sebelum tanggal 09 Agustus 2007, dan meskipun demikian tanda tangan terdakwa juga bukanlah akhir dari suatu proses penelitian karena laporan yang ditandatangani oleh terdakwa masih berstatus konsep/draft laporan penelitian keberatan yang masih dimungkinkan revisi berulang-ulang secara berjenjang;

5.      Berdasarkan pernyataan JPU (Jaksa Penuntut Umum) , bahwa :
a.      Pembelian aset (bekas pakai) yang dijual oleh PT. SAT kepada PT SAA tahun 2004 ternyata dibeli atau diperoleh tahun 1995, bukannya tahun 1994 adalah tidak benar dengan alasan :
1)      Dokumen yang digunakan untuk menentukan bahwa pembelian terjadi tahun 1994 adalah sama dengan dokumen yang digunakan pemeriksa pajak kanwil jatim II dalam menentukan penyerahan dari PT. SAT kepada PT. SAA terjadi tahun 2004. Sehingga apabila tahun 1994 belum diakui sebagai penyerahan atau perolehan maka secara otomatis pada tahun 2004 juga belum terjadi penyerahan asset tersebut;
2)      Penguasaan asset PT. SAA (Surya Adikumala Abadi) oleh PT.SAT telah mendapat persetujuan BRI pada tanggal 23/12/1994, artinya persetujuan telah diberikan sebelum tanggal 31 Desember 1994;
3)      Berdasarkan Surat Keterangan PT. Bank Rayat Indonesia (Persero) Tbk cabang Surabaya pahlawan no. B.3034/KC-IX/ADK/05/2010 yang ditandatangani oleh Djuandi sebagai pemimpin cabang PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Surabaya pahlawan, terbukti dua hal :
·         Dengan lunasnya kredit PT. SAA tanggal 31/12/1994 maka aktiva tidak menjadi agunan lagi;
·         Kredit PT. SAT dinyatakan dimulai tanggal 31 Desember 1994, maka agunannya adalah aktiva yang dikuasai PT. SAT tersebut.
4)      Sesuai Penjelasan Pasal 13 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 143 tahun 2000 menyebutkan “Oleh karena itu pajak terutang pada saat penyerahan barang tidak bergerak itu dilakukan, yaitu pada saat surat atau akte perjanjian yang mengakibatkan perpindahan hak atas barang tersebut ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan. Dengan demikian sesuai Ketentuan Perpajakan bahwa pembelian terjadi tahun 1994 dengan alasan sebagai berikut :
·         Dokumen yang dimaksud tidak harus Akte Jual Beli akan tetapi dapat hanya surat asalkan dengan surat tersebut telah terjadi penyerahan hak.
·         Aktiva telah dikuasai oleh PT. SAT sebagaimana telah disebutkan di Akte Ikatan Jual Beli & Pembukuan Wajib Pajak.
b.      Meskipun pembelian aset (bekas pakai) yang dijual oleh PT. SAT kepada PT SAA tahun 2004 tersebut ternyata dibeli atau diperoleh tahun 1995, adalah tetap bahwa untuk penyerahan asset tahun 2004 juga tidak dapat dikenakan PPN Pasal 16 D, dengan alasan :
1)      Kantor Pelayanan Pajak Sidoarjo Timur juga tidak dapat menerbitkan SKPKB PPN Pasal 16 D atas nama PT. Surya Adikumala Abadi (SAA) atas penyerahan asset dari PT. SAA ke PT. SAT yang terjadi menurut JPU adalah tahun 1995, karena sudah daluarsa. Daluarsa tersebut dapat diketahui bahwa proses keberatan adalah tahun 2007 sedangkan transaksi tersebut terjadi di tahun 1995, sehingga sudah lebih dari 10 tahun sejak tahun 1995 s/d 2007;
2)      Kalaupun dipaksakan yaitu KPP Sidoarjo Timur menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPN Pasal 16 D atas nama PT. Surya Adikumala Abadi (SAA) atas penyerahan asset dari PT. SAA ke PT. SAT yang terjadi menurut JPU adalah tahun 1995 tersebut, juga tidak dapat dikreditkan oleh PT. SAT pada saat perolehannya, sehingga tetap juga tidak dapat terutang PPN pasal 16 D pada tahun 2004, karena sesuai Pasal 9 ayat (8) UU PPN menyebutkan bahwa PPN yang dibayar karena diterbitkan Surat Ketetapan Pajak tidak dapat dikreditkan oleh PT.SAT (yang membayar).
Kesimpulannya keputusan keberatan telah sesuai dengan UU Pajak Pertambahan Nilai Pasal 16 D.

6.      Berdasarkan pernyataan JPU (Jaksa Penuntut Umum) , bahwa SKPKBT harus diterapkan secara arif dan bijaksana :
a.      JPU (Jaksa Penuntut Umum) sepertinya menambah bunyi Undang-Undang sebab kami tidak menemukan kata-kata arif dan bijaksana tersebut;
b.      Apabila prinsip arif dan bijaksana diterapkan maka justru akan menimbulkan praktek korupsi baru , karena penerbitan SKPKBT sangat tergantung dari kearifan dan kebijaksanaan aparat pajak (subjektif);

7.      Berdasarkan pernyataan JPU (Jaksa Penuntut Umum) bahwa data sengaja tidak dicari atau diabaikan dengan maksud untuk mengabulkan keberatan Wajib Pajak adalah tidak benar dengan alasan :
a.      JPU suka menambah-nambah alasan padahal saksi pelapor hanya menyatakan bahwa peneliti keberatan telah mengabaikan data, bukannya sengaja tidak dicari data tersebut;
b.      Pengabaian itupun alasan yang dicari-cari karena tidak logis, sebagaimana telah diuraikan di pledoi saya;
c.       Dan perlu diketahui bahwa yang justru dengan sengaja tidak mencari data saat perolehan asset tersebut adalah tim pemeriksa kanwil jatim II sebagaimana BAP dan fakta di persidangan dengan saksi adalah tim pemeriksa kanwil jatim II;
Dengan demikian, sebenarnya apabila data yang tidak diberikan oleh Wajib Pajak, dan diketahui pada saat penyidikan maka dapat dikategorikan sebagai novum;

8.      Berdasarkan pernyataan JPU bahwa proses pemeriksaan atau penyidikan tindak pidana perpajakan atau tindak pidana umum yang bermula dari tindak pidana perpajakan, prosedurnya adalah telah sesuai dan tidak harus sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dan Surat Edaran Dirjen Pajak maka dapat saya tanggapi sebagai berikut :
a.      Bangun saja penjara lebih banyak, karena pasti akan bertambah banyak pegawai pajak yang dipenjara;
b.      Hapus saja Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : Kep-272/PJ/2002 tanggal 17/05/2002 perihal : Petunjuk Pelaksanaan Pengamatan, Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-01/PJ.7/1997 tanggal 28/01/1997 perihal: Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, daripada tidak digunakan;
c.       Jaksa Penuntut Umum sepertinya suka menerapkan standard ganda, disatu sisi tidak boleh melanggar Surat Edaran contohnya SE-68 disisi lain diperbolehkan melanggar Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut, mana yang benar ini, saya jadi bingung;



9.      Bahwa kami terdakwa sejak semula merasa telah dirugikan dalam Pembelaan, yaitu sebagai akibat dari tidak dipertimbangkan adanya permohonan tertulis dalam eksepsi dari terdakwa kepada Yth. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berdasarkan wewenang ketentuan Undang-Undang, untuk memerintahkan kepada Bagian Tata Usaha Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak guna menyerahkan sejumlah dokumen surat ke persidangan guna turut dijadikan sebagai barang bukti.

10.  Bahwa dokumen surat-surat yang kami mohon tersebut setidak-tidaknya dapat dijadikan bahan dalam pertimbangan sebelum memutus perkara,  mengingat wewenang judex-factie sebenarnya adalah merupakan hal-hal yang melatar-belakangi penanda-tanganan Laporan Penelitian keberatan PT SAT tersebut dimana kami terdakwa telah dinyatakan terbukti sebagaimana dakwaan Jaksa  “selaku Penelaah Keberatan tidak cermat melakukan penelitian atau tidak melakukan penelitian secara menyeluruh”.

11.  Jaksa Penuntut Umum berdasarkan uraiannya berpendapat karena itu, “telah terbukti unsur melawan hukum” sebagaimana dalam dakwaan Kedua / Subsider, yaitu terdakwa telah menyalah gunaan wewenang sebagai penelaah keberatan ikut menanda-tangani Berita Acara Penelitian Keberatan PT SAT yang pada akhirnya berakibat diterbitkannya Surat Keputusan Dirjen Pajak tentang diterimanya permohonan keberatan PT.Surya Alam Tunggal, terbukti sebagai tindak pidana korupsi karena merugikan keuangan Negara dan menguntungkan PT.Surya Alam Tunggal selaku korporasi, dan untuk itu kami tidak sependapat.

12.  Mengapa kami tidak sependapat tidak lagi perlu kami ulangi disini karena telah diuraikan dalam Pleidooi, harapan kami adalah kiranya Yth.Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini sesuai dengan wewenang Judex-factie dapat mempertimbangkanya sekali lagi sebelum mengambil putusan dalam perkara ini, antara lain :
  1. Bahwa sebenarnya kami terdakwa ikut menanda-tangani Laporan Penelitian Keberatan PT SAT karena ditunjuk berdasarkan nota dinas dan berdasarkan data yang ada pada saat itu telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku untuk menerima keberatan Wajib Pajak;
  2. Bahwa terdakwa sendiri disibukkan oleh tugas dan tanggung-jawab  menyelesaikan 57 berkas permohonan keberatan selama bulan Maret s/d Desember 2007, termasuk 2 (dua) permohonan keberatan PT SAT yang diusulkan untuk ditolak dan telah mendapat keputusan;
  3. Pada waktu terdakwa disodori menanda-tangani Laporan Penelitian PT SAT boleh dikatakan “mendesak” dimana pada waktu itu esok harinya sdr.Gayus Halomoan Tambunan sudah akan dimutasi ke Subdit Banding dan harus menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya yang belum selesai termasuk permohonan keberatan PT SAT tersebut;
  4. Adanya situasi “ad-hoc”, yang dikejar batas waktu penyelesaian 500 lebih berkas permohonan  keberatan dari para Wajib Pajak se-Indonesia,  sebagai akibat peleburan 3 (tiga) direktorat PBB,PPN dan PPh menjadi Direktorat Keberatan dan Banding terjadi penumpukan pekerjaan dan mendesak untuk diselesaikan waktu pada waktu itu di tempat terdakwa bekerja, karena dampak daripada keberatan yang lewat waktu adalah sama dengan mengabulkan seluruhnya permohonan Wajib Pajak tanpa melalui proses penelitian;
  5. Terdakwa pada bulan Maret 2007 baru mutasi dari Jawa Timur, karena itu belum mengenal betul dengan watak pribadi teman-teman karyawan lainnya selain  hanya memiliki kepercayaan dan semangat reformasi adanya administrasi modern dan clean government, bahkan sangking semangat sampai mengangkat sendiri meja kerja dan membeli sendiri komputer; 
  6. Sebagai Penelah Keberatan menanda tangani laporan penelitian keberatan pada waktu itu masih berupa konsep dan biasanya sebelum keberatan itu disetujui, akan ada gelar perkara, namun ternyata gelar perkara ini tidak diadakan, setidak-tidaknya kami terdakwa Humala tidak diundang dalam gelar perkara, selain tidak ditanyakan progress, dan tidak pernah diberi arahan atasan sedangkan yang berwenang untuk memerintahkan hal itu adalah Direktur Keberatan dan Banding kepada sdr.Gayus Halomoan Tambunan yang ditunjuk untuk meneliti, bukan kepada terdakwa Humala. Dengan demikian penanda-tanganan terdakwa dalam Laporan Penelitian Keberatan tidak mempunyai efek dan tidak mempunyai arti apa-apa, hal tersebut dapat dilihat juga dalam laporan pemeriksaan pajak oleh Tim Pemeriksa Kanwil Jatim II bahwa salah satu anggota tim pemeriksa pajak tidak bertanda tangan yaitu chaerul, akan tetapi meskipun demikian Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan, tentunya demikian juga dalam hal penerbitan Keputusan Keberatan;

13.  Bahwa keterlibatan terdakwa dalam perkara korupsi secara bersama-sama atau turut serta dengan Gayus Halomoan Tambunan di dalam “konstruksi hukumnya” Jaksa Penuntut Umum  tidak  dapat membuktikan adanya kerjasama yang disadari sejak awal bahwa terdakwa Humala telah melakukan permufakatan jahat dengan terdakwa lain yang diperiksa dan diadili secara terpisah. Bahwa berdasarkan fakta hukum dalam persidangan terdapat adanya keterangan Gayus Halomoan Tambunan yang menarik keterangan di BAP Penyidikan, dan mengatakan di atas sumpah dan menerangkan di muka persidangan, berbeda yang mengatakan “perkara Humala adalah perkara jadi-jadian” asal mulanya team Independen Mabes POLRI “komitmen” dengan Gayus untuk menjerat Maruli P.Manurung dan Bambang Heru Ismiarso,  di tengah jalan tidak diketahui mengapa jalannya telah “berbelok” aturan kepada Bambang Heru menjadi kepada Humala hal ini sesuai dengan laporan Polisi yang menjadi dasar penyidikan awal, karena itu ia tidak ingin Humala dihukum yang tidak bersalah dan yang tidak mengetahui apa-apa. Hal ini membuktikan tidak adanya kerjasama yang disadari sewak awal untuk melakukan permufakatan jahat di antara terdakwa  dengan Gayus Halomoan Tambunan maupun terdakwa yang lain.

14.  Bahwa dalam perkara ini tidak terdapat adanya unsur kesalahan dan pertanggungan jawab pidana yang merupakan unsur  dari suatu tindak pidana. Dan bahwa sesuai adanya ketentuan “tidak ada pemidanaan/hukuman tanpa kesalahan”, dan selain tidak ada kucuran dana yang dinikmati oleh terdakwa, sementara ini orang yang paling bertanggung-jawab dalam penanganan permohonan keberatan yang menjadi perkara PT Surya Alam Tunggal selain Dirjen Pajak adalah Direktur Keberatan dan Banding yang pada saat itu dijabat Bambang Heru Ismiarso telah ditangkap dan ditahan di Mapolda Metro Jaya oleh Penyidik Mabes POLRI sejak akhir bulan Januari 2011. Jikalau yang seharusnya diajukan ke depan persidangan untuk diperiksa dan diadili adalah perkara atasan tersebut, maka kami tidak akan mengalami penzoliman dan pemerkosaan hukum seperti sekarang ini.

15.  Akhirnya yang tidak kalah penting menurut pendapat kami, ialah bahwa Yth.Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini, sebagai Hakim yang berpengalaman tentu dapat melihat dengan jelas adanya “konsistensi” keterangan terdakwa sejak di hadapan Penyidik seperti tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan Penyidikan dalam hubungannya dengan keterangan di muka persidangan. Hal itu memberikan bukti yang kuat bahwa sebenarnya terdakwa memenuhi syarat melakukan tugas administrasi sebagaimana layaknya dilakukan oleh seorang bawahan selain tidak bersalah juga tidak dapat dipertanggung-jawabkan telah melakukan satu tindak pidana. Oleh karena itu kami mohon untuk dibebaskan murni atau dilepaskan dari segala tuntutan hukum, serta nama baik kami sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak  dapat direhabiliter kembali.  

Demikian Duplik ini kami buat dengan sebenarnya, selebihnya kami tetap pada Nota Pembelaan (Pleidooi) , dengan harapan kiranya Yth.Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini diberi kesehatan dan kearifan serta keberanian dari Tuhan Yang Maha Kuasa untuk memutuskan perkara ini dengan seadil-adilnya sesuai dengan hukum positip termasuk hukum Administrasi Negara dan rasa keadilan.

Atas perhatian Yth. Bapak Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini, Bpk/Ibu Jaksa Penuntut Umum sekali lagi kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih.


Hormat saya,
terdakwa:




Humala S.L.Napitupulu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar